Menarik satu kesimpulan dari banyaknya problematika yang terjadi, maka kembali pada koridor hukum yang benar adalah langkah awal yang tepat. Seluruh elemen mahasiswa wajib berada pada garis perjuangan yang sebenarnya, membuang ego kelompok untuk mencapai satu tujuan yaitu menghidupkan kembali demokrasi di Unja, sebab saya, kalian, dan kita semua bertanggung jawab untuk menghadirkan arena pertarungan gagasan dan ide yang baik tanpa adanya kecurangan untuk generasi yang akan datang. Jangan sampai kita tergabung dalam barisan mahasiswa yang bangga dengan kultur kecurangan dan ego tak terbatas.
Mencari Solusi Permasalahan, Pertaruhan Integritas Prof. Sutrisno
“Perlakuan paling konyol yang sering diterima sejarah adalah manusia tak pernah mau belajar darinya,” (G.W.F Hegel).
Dua tahun sudah sejak kegagalan Prof. Sutrisno mengawal keberlanjutan demokrasi di Unja. Kini dengan permasalahan yang timbul di Fakultas Peternakan dan FKIP, wajib bagi Prof. Sutrisno untuk mulai memberikan perhatiannya. Tidak sulit, hanya perlu memastikan suksesi berjalan sebagai mestinya, jujur dan sesuai dengan landasan demokrasi, yaitu dari, oleh dan untuk. Dalam SK Kemendikbud tahun 1998, hal tersebut ditegaskan pada pasal 2, yang berbunyi; organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diselenggarakan berdasarkan prinsip dari, oleh dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.
Langkah yang perlu diambil saat ini adalah menghidupkan kembali partai dan menghadirkan kembali forum KBM. Prof. Sutrisno dan jajarannya, termasuk Teja Kaswari tidak perlu repot-repot untuk ikut mengambil kebijakan, cukup dengan memfasilitasi berjalannya agenda. Karena amanah dalam SK Kemendikbud menegaskan jika keseluruhan peran harus melalui mahasiswa. Dari forum KBM yang dihadirkan pokok pembahasan mahasiswa hanya sebatas bagaimana teknis pelaksanaan Pemira, dengan menentukan KPU, Bawaslu dan tim sejenis jika memang harus terlibat, terpenting adalah komitmen untuk bersama-sama menjalankan Pemira yang jujur dan adil.