Jakarta — Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki misi lebih luas dari sekadar penyediaan makanan sehat bagi siswa sekolah. Selain meningkatkan kualitas gizi peserta didik, program ini juga memberi dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat desa melalui penguatan rantai pasok pangan lokal.

“Program MBG bukan hanya soal memberi makan bergizi. Di balik satu porsi makanan bergizi, ada petani sayur, peternak ayam, dan pengusaha kecil di desa yang ikut bergerak. Jadi manfaat MBG tidak hanya dirasakan anak-anak, tapi juga petani kita yang memasok bahan pangan,” ujar Sudaryono dalam keterangan tertulis, Rabu (29/10).

Saat meninjau pelaksanaan program MBG di SDN 238 Palembang, Sumatera Selatan, ia menjelaskan bahwa MBG dirancang untuk memberikan manfaat ganda.

Selain memastikan anak-anak mendapat asupan gizi yang cukup, program ini juga melibatkan petani, pelaku UMKM, dan penyedia bahan pangan lokal. Dengan demikian, kebutuhan pangan sekolah mampu mendorong perputaran ekonomi di wilayah sekitar.

Mas Dar, sapaan akrab Sudaryono, menambahkan bahwa MBG merupakan bentuk pemerataan gizi yang inklusif. Setiap anak, baik dari keluarga mampu maupun kurang mampu, memiliki hak yang sama untuk memperoleh asupan bergizi seimbang.

“Pemerintah ingin memastikan setiap anak Indonesia mendapat asupan gizi minimum yang cukup agar bisa belajar dengan baik,” tutur anak petani asal Grobogan, Jawa Tengah, tersebut.

Dalam kunjungan itu, Sudaryono juga sempat berinteraksi dengan para siswa terkait menu makanan yang disajikan. Ia mengamati respons positif para siswa yang terlihat antusias dan menghabiskan makanan yang diberikan. Bahkan, beberapa anak yang awalnya enggan makan sayur akhirnya mencoba setelah melihat teman-temannya.

Lebih lanjut, Sudaryono menegaskan bahwa MBG bukan sekadar program makan gratis, melainkan bagian dari upaya membangun kebiasaan makan bergizi dan hidup sehat sejak dini.

Pemerintah, katanya, juga memastikan mutu dan keamanan pangan tetap menjadi prioritas utama dalam pelaksanaannya. Setiap makanan yang disajikan telah melalui uji kelayakan dan kebersihan sebelum dibagikan kepada siswa.

“Pemerintah tidak menolerir adanya makanan yang rusak atau tidak higienis. Target kita adalah zero defect — semua harus aman, bergizi, dan layak dikonsumsi anak-anak,” tegasnya.

Sudaryono berharap, melalui pengawasan ketat dan kolaborasi lintas sektor, program MBG dapat berjalan optimal. Selain memenuhi kebutuhan gizi anak-anak, program ini diharapkan menjadi contoh nyata sinergi antarinstansi dan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan bersama.

Ia menekankan bahwa hasil dari program ini tidak akan terlihat secara instan. Manfaat gizi yang diberikan baru akan tampak dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, ketika anak-anak tumbuh menjadi remaja yang sehat dan produktif.

Oleh karena itu, ia menilai program MBG harus dipandang sebagai investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa. Sudaryono pun mengajak seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, guru, dan pelaku usaha pangan, untuk terus mendukung keberlanjutan program tersebut.

“Kita tidak boleh jadi bagian dari masalah, tapi bagian dari solusi. Kalau ada kendala, kita perbaiki bersama,” tutup Sudaryono.