Jakarta — Psikiater dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Mintarsih A. Latief, Sp.KJ, menyoroti pemberitaan mengenai dana pemerintah daerah (pemda) yang mengendap di bank hingga mencapai Rp234 triliun. Ia menilai kondisi tersebut dapat berdampak terhadap kesehatan jiwa masyarakat.

“Kejiwaan masyarakat pasti terdampak, karena bukankah di semua daerah di Indonesia masih sangat banyak pengangguran, yang kerap kali memicu timbulnya kriminalitas,” ujar Mintarsih kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/10/2025).

Ketika diminta menjelaskan lebih rinci, Mintarsih menggambarkan bahwa dampak psikologis bisa muncul terutama pada masyarakat yang tengah berada dalam kondisi sulit.

“Bayangkan jika informasi itu dibaca oleh mereka yang sedang terpuruk, penuh ketidakpastian akibat ancaman PHK, atau putus asa karena tak kunjung mendapat pekerjaan,” jelasnya.

Menurut Mintarsih, banyak generasi muda yang memiliki keahlian dan semangat untuk berkontribusi, tetapi kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Kondisi tersebut, kata dia, dapat memicu frustrasi dan menurunkan motivasi.

“Banyak anak muda ingin mendedikasikan ilmu dan pengetahuannya, ingin agar keahlian mereka dihargai layak. Tapi penyaluran atau lapangan kerja tidak ada,” tuturnya.

Ia menekankan, pemerintah pusat dan daerah seharusnya memberikan perhatian serius terhadap angka pengangguran yang terus meningkat. Dana publik, menurutnya, harus segera dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang bermanfaat bagi masyarakat.

“Bukan malah diendapkan seperti itu. Ratusan triliun itu sangat besar, sementara masih banyak warga yang butuh dirangkul, diberi pekerjaan, diberi kegiatan yang berguna untuk meningkatkan perekonomian,” tegasnya.

Mintarsih juga menyinggung target Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2025 yang diproyeksikan sebesar 5,3 persen. Ia mempertanyakan bagaimana capaian tersebut bisa terwujud jika dana publik justru mengendap di bank.

“Kalau kondisi ini terus terjadi, bagaimana dampaknya terhadap ekonomi tahun depan? Kondisi ekonomi jelas berkaitan dengan kesehatan jiwa masyarakat satu tahun, lima tahun, bahkan sepuluh tahun ke depan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Mintarsih menyinggung bahwa masyarakat sebelumnya juga diguncang oleh pemberitaan mengenai ratusan WNI yang melarikan diri dari perusahaan scam di Kamboja. Ia menilai kedua isu tersebut mencerminkan adanya masalah serius dalam tata kelola negara.

“Ini ada yang salah dalam tata kelola. Bukankah menjadi tanggung jawab pemerintah memastikan masyarakat mendapat pekerjaan yang layak dan berkeadilan, agar bisa berbahagia di negeri sendiri,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa hingga September 2025, total dana pemda yang mengendap di perbankan mencapai Rp234 triliun, berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI).

Namun, sejumlah kepala daerah membantah pernyataan tersebut, termasuk Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution.

Menanggapi polemik itu, Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menjelaskan bahwa data tersebut berasal dari laporan rutin seluruh kantor bank.

“Bank menyampaikan data berdasarkan posisi akhir bulan. BI kemudian melakukan verifikasi dan pengecekan kelengkapan data sebelum dipublikasikan,” kata Denny dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Menurut BI, data posisi simpanan perbankan secara agregat dapat diakses publik melalui Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) di situs resmi BI.

Berdasarkan data BI per 15 Oktober 2025, berikut 15 pemerintah daerah dengan simpanan tertinggi di bank per September 2025: