Jakarta — Perusahaan farmasi raksasa AstraZeneca menunda rencana ekspansi senilai £200 juta (US$271 juta) untuk pembangunan fasilitas penelitian di Cambridge, Inggris timur. Keputusan ini menjadi pukulan terbaru bagi iklim investasi asing di Inggris.

Sebelumnya, pada Januari lalu, AstraZeneca juga membatalkan rencana pembangunan pabrik vaksin senilai £450 juta di Inggris barat laut. Langkah serupa diikuti oleh grup farmasi asal AS, Merck, yang membatalkan rencana pembangunan pusat penelitian senilai US$1,4 miliar di negara tersebut.

Merck menilai Inggris kurang memberikan dukungan investasi di sektor farmasi, sekaligus menyoroti harga obat-obatan yang dianggap terlalu rendah.

Dalam pernyataan resmi pada Jumat malam, juru bicara AstraZeneca menyebut bahwa perusahaan terus meninjau ulang kebutuhan investasi globalnya dan mengonfirmasi bahwa ekspansi di Cambridge dihentikan sementara.
“Kami tidak memiliki komentar lebih lanjut,” ujar juru bicara tersebut.

Keputusan ini menjadi tantangan baru bagi pemerintahan Perdana Menteri Keir Starmer dari Partai Buruh, yang tengah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi Inggris. Para pengkritik menilai pajak tinggi, minimnya subsidi, serta kurangnya dukungan investasi membuat investor asing enggan menanamkan modal di negara tersebut.

Di sisi lain, perusahaan farmasi global menghadapi tekanan dari Presiden AS Donald Trump untuk memperbesar investasi di Amerika Serikat. Trump sebelumnya mengenakan tarif tinggi terhadap produksi farmasi di luar negeri.

Pada Juli lalu, AstraZeneca mengumumkan akan menanamkan investasi sebesar US$50 miliar di Amerika Serikat hingga 2030, termasuk pembangunan pabrik bernilai miliaran dolar di Virginia, serta perluasan operasi manufaktur dan penelitian di negara tersebut.