JAKARTA — Kasus kematian diplomat muda Arya Daru Pangayunan kini telah resmi dilimpahkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Sejumlah alat bukti tengah dipelajari untuk mengungkap penyebab kematian Arya. Kapolda Metro Jaya berharap kesimpulan kasus ini bisa diperoleh dalam waktu sepekan.
“Mungkin seminggu lagi selesai, nanti ada kesimpulan,” kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto, Kamis (10/7/2025) malam. Ia menyampaikan bahwa penyidik Polda Metro Jaya telah mengambil alih penanganan kasus tersebut, dan kini seluruh bukti yang ada sedang dipelajari lebih lanjut.
Dalam proses penyidikan, semua alat bukti termasuk yang berbasis digital akan diteliti. “Kami juga akan memeriksa laptop dan perangkat digital lain,” ujarnya.
Selain itu, jejak digital di telepon genggam Arya juga akan dilacak. Tim penyidik forensik akan menelusuri aktivitas korban; ke mana saja ia pergi, pukul berapa, hingga dengan siapa ia berkomunikasi. Hal ini dilakukan karena saat kejadian, Arya diketahui sedang sendiri.
Pemeriksaan terhadap keterangan saksi-saksi juga akan dikembangkan lebih jauh. Jika diperlukan, sejumlah saksi ahli akan dimintai pendapatnya, termasuk untuk mengurai hasil visum.
Karyoto optimistis jajarannya dapat menyelesaikan penyidikan kasus ini. “Penyidik tentu sudah memiliki pengalaman (dalam menangani kasus) seperti kasus ini,” ucapnya. Namun demikian, ia menegaskan seluruh proses harus dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif.
Sementara itu, sosiolog kriminal Universitas Gadjah Mada (UGM), Soeprapto, menilai polisi memang belum bisa menyimpulkan penyebab tewasnya Arya. Namun, ia menilai sejumlah alat bukti yang ada dapat menjadi petunjuk penting.
Petunjuk pertama adalah kepala korban yang terlilit plakban berwarna kuning. Menurutnya, seberapa erat lilitan tersebut bisa menjadi indikasi siapa pelakunya.
“Posisi plakban yang berbeda dapat membantu penyidik menganalisis siapa pelaku dan untuk tujuan apa itu dilakukan,” ujarnya.
Fakta bahwa pintu indekos terkunci dari dalam juga patut ditelusuri lebih lanjut. Salah satunya dengan memeriksa kemungkinan adanya sarana lain yang digunakan pelaku untuk kabur.
Selain itu, tidak adanya barang yang hilang juga bisa menjadi petunjuk. Soeprapto menyebut, kondisi ini bisa saja disengaja pelaku sebagai bagian dari alibi jika memang kasus ini pembunuhan.
Akses keluar-masuk yang terbatas, serta tidak ditemukannya aktivitas mencurigakan pada rekaman CCTV, juga menjadi bahan penyelidikan. Menurutnya, jika kematian Arya bukan akibat pembunuhan, bisa saja dipicu oleh masalah kesehatan atau stres karena ancaman tertentu.
“Jika betul bukan dibunuh, berarti ada gangguan kesehatan atau psikologis. Ada kemungkinan korban sengaja merahasiakannya. Semua perlu dicek, termasuk mencermati rekam jejak digital,” tambahnya.
Kepala Polsek Menteng Komisaris Rezha Rahandhi menambahkan, saat ini penanganan kasus telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya. Namun sebelum dilimpahkan, pihaknya sudah memeriksa beberapa saksi dan mengumpulkan alat bukti, termasuk aktivitas Arya sehari sebelum kematiannya.
Berdasarkan keterangan saksi dan rekaman CCTV pada Senin (7/7/2025), Arya beraktivitas seperti biasa. Ia pergi ke kantor, kembali ke indekos, sempat makan di dapur, serta berkomunikasi dengan istrinya di Yogyakarta sekitar pukul 21.00 WIB.
“Komunikasi mereka berjalan normal,” ujar Rezha.
Ia juga menyebutkan, di lokasi kejadian penyidik menemukan sejumlah obat lambung dan sakit kepala, sesuai dengan keterangan istri Arya bahwa korban memiliki riwayat sakit lambung atau GERD.
Sekitar pukul 22.30 WIB, Arya bahkan sempat keluar kamar untuk membuang sampah dan menyapa penjaga indekos sebelum akhirnya ditemukan tak bernyawa.