Jakarta – Politikus senior PDI Perjuangan (PDIP), FX Hadi Rudyatmo, mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Plt Ketua DPD PDIP Jawa Tengah. Padahal, ia baru saja menjabat posisi tersebut menggantikan Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) pada Agustus 2025.
Pengunduran diri ini disampaikan FX Rudy, atau yang akrab disapa Rudy, melalui surat kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, pada 12 Desember 2025.
“Dengan mengingat dan mempertimbangkan ketidakmampuan kami untuk menjadi Plt Ketua DPD PDIP Jawa Tengah serta melihat kondisi saat ini, agar organisasi berjalan solid dan kompak, dengan tulus ikhlas kami mulai 17 Desember 2025, mengundurkan diri dari jabatan yang ditugaskan oleh Ketua Umum Ibu Hj Megawati Soekarnoputri sebagai Plt Ketua DPD PDIP Jawa Tengah,” tulis Rudy dalam surat pengunduran dirinya.
Rudy mengungkapkan bahwa ia sempat bertemu Megawati di Bali dan Jakarta sebelum memutuskan untuk mengundurkan diri. Namun, dalam pertemuan tersebut, mereka tidak membahas soal rencananya untuk mundur.
DPP PDIP Buka Suara: Penugasan Selesai, Bukan Mundur
DPP PDIP pun memberikan klarifikasi terkait pengunduran diri Rudy. Deddy Yevri Hanteru Sitorus, Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif DPP PDIP, menyebutkan bahwa keputusan tersebut bukanlah pengunduran diri, melainkan penugasan yang sudah selesai.
“Penugasan FX Rudy sebagai Plt Ketua DPD PDIP Jawa Tengah bersifat sementara dan fokus pada konsolidasi partai,” jelas Deddy.
Mundurnya Rudy: Faktor Internal PDIP dan Nama Pinka Haprani
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, berpendapat bahwa mundurnya Rudy tidak lepas dari buntunya kompromi di internal PDIP dalam menentukan Ketua DPD PDIP Jawa Tengah yang definitif. Situasi ini terkait dengan kemunculan nama Pinka Haprani, putri Ketua DPR RI, Puan Maharani, yang disebut-sebut sebagai calon kuat.
“Saya rasa mundurnya FX Rudy ini mungkin disebabkan karena tidak menemukan titik temu dalam pemilihan Ketua DPD. Ini bisa jadi pertanda bahwa tiket PDIP Jawa Tengah mengarah kepada figur lain, bukan kepada FX Rudy,” ungkap Arifki saat dihubungi, Selasa (23/12).
Menurut Arifki, Jawa Tengah sebagai kandang banteng memiliki nilai strategis bagi PDIP, terutama dalam regenerasi partai dan persiapan Pilpres 2029. Hal ini membuat DPP PDIP harus berhitung matang dalam menentukan siapa yang layak menjadi Ketua DPD Jawa Tengah.
Dinamika Kepemimpinan PDIP dan Tantangan untuk Pinka
Agung Baskoro, Direktur Trias Politika Strategis, menilai bahwa dinamika internal PDIP turut mempengaruhi keputusan Rudy untuk mundur. Ia menambahkan bahwa regenerasi di PDIP bisa dimulai dari Jawa Tengah, yang merupakan basis suara strategis bagi partai.
“Jawa Tengah membutuhkan figur yang fresh dan memiliki kekuatan di level pusat untuk memastikan posisinya tetap strategis,” kata Agung. Ia juga memandang bahwa dengan kemunculan Pinka, DPP PDIP akan semakin fokus ke wilayah tersebut, terutama setelah kekalahan PDIP di Pilpres dan Pilkada provinsi setempat.
Bisakah Pinka Menjaga “Kandang Banteng”?
Arifki menilai bahwa meskipun Pinka memiliki jalan terbuka untuk menjadi Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, ia akan menghadapi tantangan besar untuk mempertahankan posisi strategis tersebut, terutama di Pilkada 2024. PDIP telah kalah di Jawa Tengah pada beberapa pemilu sebelumnya, dan kompetisi dengan Gerindra serta PSI yang juga mengincar basis tersebut menjadi semakin ketat.
“Pinka mungkin belum sekuat Bambang Pacul, yang sudah lama membangun jaringan di akar rumput. Namun, Pinka memiliki keunggulan signifikan karena merupakan anak biologis dari Puan Maharani dan cucu dari Megawati Soekarnoputri, yang tentunya memberikan kekuatan politik tersendiri,” tambah Arifki.
Jika Pinka akhirnya terpilih sebagai Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, bisa jadi Bambang Pacul yang selama ini dekat dengan Puan Maharani akan mendukungnya sebagai mentor politik.
“Bambang Pacul bisa saja berada di belakang Pinka untuk membimbingnya memimpin Jawa Tengah,” ujar Arifki.

