Jakarta — Menteri Luar Negeri RI Sugiono menegaskan Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk memaksa Israel mematuhi gencatan senjata di Jalur Gaza, meski serangan yang dilancarkan pasukan Zionis telah menewaskan ratusan warga sipil.

Pernyataan itu disampaikan Sugiono saat menjawab pertanyaan mengenai langkah konkret Indonesia terhadap pelanggaran gencatan senjata yang dilakukan Israel berulang kali sejak 10 Oktober.

“Karena kita tidak bisa meng-enforce secara langsung agar mereka patuh, kita menyampaikan karena kita juga tidak berbicara langsung dengan mereka. Tapi concern itulah yang kita sampaikan kepada teman-teman yang punya jalur langsung untuk berbicara,” kata Sugiono di pelataran Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Rabu (5/11).

Sugiono menambahkan bahwa semua pihak harus memiliki niat baik untuk mewujudkan perdamaian di Gaza.

“Bahwa semua harus punya satu niat baik untuk bisa meng-goal-kan proses perdamaian ini,” ujarnya.

Menlu juga menegaskan Indonesia terus mendorong agar semua pihak menahan diri demi menghentikan penderitaan masyarakat Gaza dan menciptakan masa depan yang lebih baik.

“Itu yang ingin kita lihat, suara-suara itu yang kita sampaikan kepada mereka,” lanjutnya.

Sugiono menuturkan, Indonesia senantiasa menyampaikan pesan perdamaian kepada negara-negara yang memiliki akses langsung dengan Israel agar menekan agar gencatan senjata dipatuhi.

“Siapapun yang punya koneksi langsung, kita sampaikan,” ucapnya saat menjawab pertanyaan soal kemungkinan adanya lobi Indonesia ke Amerika Serikat terkait Israel.

Diketahui, Amerika Serikat merupakan sekutu utama Israel. Indonesia sendiri tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, namun tetap menjalin hubungan dengan AS.

Israel dan Hamas sebelumnya menyepakati gencatan senjata pada 10 Oktober, namun pasukan Zionis berulang kali melanggar kesepakatan tersebut dengan menggempur wilayah Kota Gaza dan menewaskan warga sipil.

Menurut laporan, sejak gencatan senjata diberlakukan, korban tewas akibat serangan Israel mencapai 236 jiwa dan hampir 600 orang luka-luka. Jika diakumulasikan sejak agresi dimulai pada Oktober 2023, jumlah korban tewas telah melampaui 68.000 jiwa.