Jakarta — Menteri Luar Negeri Sugiono menyatakan bahwa Indonesia belum memutuskan apakah akan mengirimkan observer atau pengamat ke Myanmar untuk memantau pelaksanaan pemilihan umum yang digelar junta militer pada Desember mendatang.
“Kita belum memutuskan, tapi saya juga menyampaikan bahwa kita ingin ada proses pemilu yang inklusif. Namun, hal ini tetap bergantung pada keputusan pihak Myanmar,” ujar Sugiono di pelataran Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Rabu (5/11).
Sugiono menambahkan bahwa berdasarkan pernyataan perwakilan Myanmar dalam KTT ASEAN sebelumnya, pihak junta menilai proses pemilu yang akan digelar sudah cukup inklusif.
“Kalau dari yang disampaikan perwakilannya saat KTT ASEAN kemarin, mereka merasa ini sudah cukup inklusif, dengan berbagai justifikasi dari pernyataan itu. Kita lihat saja perkembangannya,” ujarnya.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN berlangsung pada 26–28 Oktober di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, menurut sejumlah sumber diplomatik, belum ada konsensus antarnegara anggota ASEAN terkait pengiriman misi pemantau khusus untuk mengawasi jalannya pemilu Myanmar.
Beberapa pemimpin negara di kawasan disebut khawatir terhadap situasi konflik di Myanmar, serta menilai proses perdamaian masih sangat minim kemajuan.
Pengamat hubungan internasional dari Solaris Strategies Singapore, Mustafa Izzuddin, menilai keputusan untuk tidak mengirim pengamat akan menurunkan legitimasi junta Myanmar yang telah merebut kekuasaan dari pemerintahan sah.
“Tidak akan ada bukti kredibel yang menunjukkan bahwa pemilu di Myanmar digelar secara bebas dan adil,” kata Mustafa.
Pemilu yang digagas junta Myanmar dijadwalkan berlangsung pada 28 Desember 2025, atau empat tahun setelah kudeta militer terhadap pemerintahan sah. Kudeta itu memicu gelombang protes besar-besaran, yang kemudian dibalas dengan tindakan kekerasan, penangkapan massal, dan pembunuhan terhadap warga sipil.
Akibat tindakan tersebut, ASEAN melarang partisipasi junta dalam seluruh forum resmi blok Asia Tenggara itu. Meski demikian, Myanmar tetap menjadi anggota ASEAN dan kerap diwakili oleh permanent secretary atau perwakilan tetapnya.
Komunitas internasional, termasuk ASEAN, terus menyerukan dialog damai dan inklusif agar demokrasi di Myanmar dapat kembali berjalan. Namun, hingga kini situasi politik dan kemanusiaan di negara tersebut belum menunjukkan tanda perbaikan signifikan.

