“Kuta cari solusi gimana yang terbaik. Sekarang enaknya ada grash trap yang dijual di toko online, sehingga air yang tidak mengalir ke ipal kita beli dan disedot secara berkala,” katanya.

Ketua Yayasan sekaligus pemilik SPPG pertama di Provinsi Jambi tersebut pun menekankan bahwa hadirnya dapur SPPG harus membawa dampak positif bagi siswa/pelajar penerima manfaat hingga lapangan pekerjaan bagi masyatakat sekitar.

Novi juga menekankan bahwa keberhasilan program MBG sangat erat kaitannya dengan kolaborasi yang baik antara SPPI, Mitra, dan Yayasan.

“Karna selama ini sering sekali terjadi benturan antara SPPI dengan Mitra dan Yayasan di seluruh Indonesia. Saya berharap antara SPPI, akuntan, ahli gizi, mitra, yayasan dan relawan kita bisa bekerjasama dengan baik. Pembinaan lebih baik lagi,” katanya.

Estimasi Laba dari Pemain MBG

Cerita menarik dari sosok Novilda yang berangkat dari status ASN Puskesmas Pembantu dengan bisnis catering pada awalnya tak lepas dari sorot lain. Informasi dari sesama ‘pemain usaha’ MBG menyorot soal dugaan monopoli bisnis dengan kemasan mendukung program prioritas MBG.

Sosok narasumber yang enggan disebutkan bahkan mengungkap sosok Novi dengan Yayasan dan koperasinya yang kini membawahi 20 SPPG di Provinsi Jambi. Kontras dengan pengakuannya yang hanya 8 SPPG.

Kalkulasi laba dari bisnis dengan konsumen atau target pasar yang sudah pasti tersebut pun memang menggiurkan.
“Perhitungan Yayasan dapat laba 500 per porsi dikali estimasi titik SPPG punya dia 20 SPPG, dikali 3.000 penerima manfaat dikali 24 hari. Sudah 720.000.000 per bulan untuk Yayasan,” ujar sumber dalam kalkulasinya.