“Itu pembelanjaan setiap hari barang masuk invoice masuk, Yayasan menginput ke BGN sesuai pembelanjaan kita. Harga tidak boleh melebihi harga Disperindag. Nanti Kepala SPPG mereka periksa per item, sesuai baru diuprove uangnya,” ujarnya.

Terkait harga bahan baru yang fluktuatif, menurut Novi begini, “Ya pandai-pandai kita mengelola menjadi menu, 5 hari itu variatif yang sehat dan anak-anak suka,” ujarnya.

ASN Pengelola SPPG Pertama di Provinsi Jambi

Novi juga bercerita bahwa Yayasannya merupakan yang pertama mengelola MBG di Provinsi Jambi dengan 1 Dapur SPPG di Telanai Pura dan 1 di Kecamatan Jaluko Muara Jambi. Menurutnya sebagai daerah yang termasuk belakangan dalam menggarap program MBG. Dia tergerak mendirikan Yayasan dan Koperasi untuk mendukung pelaksanaan program MBG.

Bidan tersebut berpandangan bahwa program MBG selaras dengan program pengentasan stunting yang digelutinya di Puskesmas selama puluhan tahun. Meski awalnya sempat ragu, Novi kemudian kembali yakin dengan atensi dari pemerintah terhadap MBG dan juga BGN yang terbuka terhadap keluhan para mitra.

“Saya kan juga nakes, itu program pengentasan stunting, program nakes puluhan tahun. Harapan saya program ini efektif untuk penurunan stunting. Jadi saya berbakti kepada profesi saya, saya juga berbakti kepada negara,” katanya.

Novi mengakui bahwa program produksi makanan dalam jumlah banyak tak lepas dari persoalan limbah seperti air bekas pengolahan makanan yang mengalir ke saluran drainase permukiman. Hingga menimbulkan protes dari masyatakat. Soal ini dirinya mengaku pihaknya selalu berupaya mencari solusi.