Jakarta — Presiden Prabowo Subianto meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyumbang US$50 miliar atau sekitar Rp809 triliun (asumsi kurs Rp16.180 per dolar AS) ke penerimaan negara.
Prabowo menilai, dengan total aset BUMN yang sudah menembus US$1.000 triliun, kontribusi minimal sebesar US$50 miliar semestinya bisa dicapai sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak lagi defisit.
“BUMN minimal menyumbang US$50 miliar ke pendapatan negara. Kalau US$50 miliar, APBN kita tidak akan defisit,” ujar Prabowo dalam pidato RAPBN 2026 serta Nota Keuangan di DPR RI, Jakarta Pusat, Jumat (15/8).
Namun, permintaan itu dihadapkan pada realitas kinerja BUMN yang tidak semuanya sehat.
53 Persen BUMN Merugi
Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menyebut jumlah BUMN di Indonesia saat ini mencapai 1.046 perusahaan, termasuk anak, cucu, hingga cicit. Meski banyak, hanya sebagian kecil yang berkontribusi besar pada penerimaan negara.
“Dari total itu, 97 persen dividen BUMN berasal dari hanya 8 perusahaan,” kata Dony dalam talkshow Membaca Arah Ekonomi dan Kebijakan Fiskal 2026 bersama Chairul Tanjung, Jumat (15/8).
Ia menambahkan, 53 persen BUMN tercatat merugi, sehingga negara kehilangan sekitar Rp50 triliun per tahun.
Boros Tantiem Rp18 Triliun
Selain persoalan kerugian, Prabowo juga menyoroti praktik pemborosan, khususnya pemberian tantiem kepada komisaris.
Menurutnya, ada komisaris BUMN yang hanya menghadiri rapat sebulan sekali, namun tetap menerima tantiem hingga Rp40 miliar per tahun. Atas instruksi Prabowo, Danantara telah mengeluarkan surat edaran pada 30 Juli 2025 yang resmi melarang pemberian tantiem kepada komisaris.
Kebijakan ini diyakini bisa menghemat hingga Rp17–18 triliun, menurut Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.