Potensi Konflik Spasial
Realitas di lapangan menunjukkan tumpang tindih fungsi ruang: konservasi versus perkebunan sawit, tambang ilegal, pemukiman transmigrasi, industri batubara, hingga energi terbarukan yang berbenturan dengan pertanian dan konservasi sungai.
Contoh nyata adalah Sungai Batanghari yang melewati banyak kabupaten tetapi dikelola secara terpisah, sehingga kebijakan satu wilayah berdampak negatif pada wilayah lain.
Multi-Level Governance: Menjawab Fragmentasi
Menghadapi kompleksitas ini, pendekatan multi-level governance menjadi kebutuhan strategis.
Tiga prasyarat penting:
-
Penguatan sistem informasi geospasial: penerapan One Map Policy yang sinkron dari pusat hingga daerah.
-
Pelibatan aktif masyarakat lokal: sejak perencanaan hingga pengawasan.
-
Penguatan kapasitas tata kelola: adaptif, kolaboratif, lintas sektor.
Tanpa itu, integrasi pembangunan hanya berhenti pada dokumen konseptual yang tidak menjawab dinamika konflik nyata.
Pendekatan ini bukan sekadar kerangka teknokratik, tetapi keharusan strategis untuk menyatukan perencanaan lintas kawasan dan memastikan pembangunan Jambi berlangsung inklusif, terkoordinasi, dan berkelanjutan.