BEIJING — Presiden ke-5 Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri, menyerukan pentingnya membangun tatanan dunia baru yang adil, damai, dan beradab dalam Dialog Peradaban Global di Wisma Tamu Negara Diaoyutai, Beijing, Kamis (10/7/2025). Ia juga menegaskan bahwa implementasi prinsip Dasasila Bandung belum selesai, terutama karena Palestina hingga kini belum meraih kemerdekaannya.

Di hadapan 600 perwakilan dari 144 negara, Megawati tampil sebagai pembicara pertama dalam forum internasional yang diinisiasi Pemerintah dan Partai Komunis China. Ia berbagi panggung dengan tokoh dunia lain, di antaranya Presiden ke-4 Namibia Nangolo Mbumba, mantan Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama, mantan Perdana Menteri Mesir Essam Sharaf, mantan Perdana Menteri Belgia Yves Leterme, dan mantan Perdana Menteri Nepal Jhala Nath Khanal.

Seruan Hati Nurani untuk Dunia yang Adil

Dalam pidatonya, Megawati menyampaikan bahwa forum ini bukan sekadar ajang pertemuan para tokoh, tetapi juga panggilan hati nurani bagi mereka yang mendambakan dunia yang lebih adil dan beradab.

“Pertemuan ini adalah ruang untuk mengingat kembali memori kolektif kita sebagai bangsa-bangsa yang pernah menjadi penyintas puing-puing penjajahan serta memimpikan dunia yang lebih adil, lebih damai, dan lebih beradab,” kata Megawati.

Dalam forum bertema “Safeguarding Diversity of Human Civilizations for World Peace and Development”, Megawati yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan didampingi Ahmad Basarah, Olly Dondokambey, Darmansjah Djumala dari BPIP, dan pengamat pertahanan Connie Rahakundini Bakrie.

Ia menyuarakan keprihatinan moral atas ketimpangan global yang masih nyata, terutama penderitaan rakyat Palestina yang hingga kini belum merdeka. “Salah satu bukti paling nyata adalah penderitaan yang terus dialami bangsa Palestina, yang hingga hari ini masih memperjuangkan hak dasarnya untuk menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat,” tegasnya.

Megawati mengingatkan, meski dunia telah maju secara teknologi, hati nurani kolektif umat manusia belum sepenuhnya tersentuh untuk mengakhiri ketidakadilan ini. Ia menegaskan nilai-nilai antikolonialisme dan solidaritas Asia-Afrika dari Konferensi Bandung 1955 tetap relevan dan mendesak untuk diwujudkan.