Tren Penawaran Umum Menurun
Di sisi lain, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi, menyebut penghimpunan dana di pasar modal tetap tumbuh positif hingga semester pertama 2025, meski jumlah IPO turun.
Per 30 Juni 2025, total penawaran umum di pasar modal mencapai Rp 142,62 triliun, naik dari Rp 120 triliun pada periode sama 2024. Namun, nilai IPO saham baru hanya Rp 6,69 triliun dari 14 perusahaan, lebih kecil dibanding semester pertama 2024 dengan 25 emiten baru.
“Ke depan masih ada 13 pipeline penawaran umum dengan nilai indikatif sekitar Rp 9,80 triliun,” ujarnya.
Rencana tersebut terdiri atas enam IPO saham dengan nilai Rp 5,95 triliun dan tujuh penerbitan efek utang & sukuk (EBUS) senilai Rp 9,80 triliun. Jumlah dan nilai ini jauh di bawah capaian tahun lalu, ketika pipeline mencapai 103 penawaran umum senilai Rp 30,02 triliun.
Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas, Laksono Widodo, tak menampik aksi IPO melambat di tengah volatilitas pasar akibat ketidakpastian ekonomi global.
“Banyak investor institusi lebih memilih instrumen berisiko rendah seperti SRBI dan SBN. Jika suku bunga turun, pasar saham akan kembali membaik,” kata Laksono.
Penerbitan Obligasi Korporasi Meningkat
Sementara itu, kebutuhan pendanaan melalui surat utang atau obligasi meningkat pada 2025. Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto, mencatat penerbitan obligasi korporasi semester pertama 2025 mencapai Rp 90,9 triliun, naik 48,31% dari periode sama tahun lalu.
Kenaikan ini didorong kebutuhan modal kerja Rp 56,26 triliun dan refinancing utang jatuh tempo senilai Rp 31,49 triliun.
“Semester kedua ini jatuh tempo surat utang korporasi mencapai Rp 96,43 triliun, tertinggi sepanjang sejarah,” ungkap Suhindarto.
Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran, berharap emisi obligasi korporasi semester kedua 2025 dapat terserap oleh dana masyarakat melalui investor institusi, seperti reksadana dan perbankan.
Menurut data Pefindo, institusi reksadana mengalokasikan Rp 142 triliun atau 54,9% dana kelolaannya ke obligasi korporasi. Perbankan menginvestasikan Rp 115 triliun atau 3,2% asetnya ke instrumen serupa.