JAMBI – Di Provinsi Jambi terdapat sekitar 15.000 titik sumur minyak ilegal (illegal drilling). Dari jumlah tersebut, sekitar 5.600 sumur masih aktif dan dikelola oleh masyarakat.

“Secara kasar, ada estimasi 15 ribu sumur minyak, dan sekitar 5.600 di antaranya adalah sumur ilegal yang masih aktif. Namun, data ini akan kami pastikan lebih lanjut,” ujar Al Haris, Gubernur Jambi, setelah rapat mengenai inventarisasi sumur minyak masyarakat yang sedang berjalan, yang melibatkan Kapolda, Danrem Jambi, Pertamina, SKK Migas, dan perwakilan Bupati Muaro Jambi, Batanghari, dan Sarolangun, di VIP Room Bandara Sultan Thaha Jambi, pada Senin (7/7/2025).

Sumur-sumur ilegal ini tersebar di beberapa wilayah di Jambi. Di Kabupaten Batanghari, sumur ditemukan di Kecamatan Bajubang, antara lain di Desa Pompa Air, Desa Bungku, Desa Jebak, Kecamatan Muara Tembesi, dan Desa Bulian Baru, Kecamatan Batin XXIV. Di Kabupaten Muaro Jambi, sumur tersebar di Kecamatan Bahar Selatan, di antaranya di Desa Bukit Subur Unit 7, Desa Adipura Kencana Unit 20, dan Desa Bukit Jaya Unit 21. Sementara itu, di Kabupaten Sarolangun, sumur ditemukan di Kecamatan Mandiangin dan Kecamatan Pauh, termasuk di Desa Lubuk Napal.

Al Haris menegaskan bahwa sumur-sumur minyak tersebut berada di luar wilayah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Ke depan, pemerintah akan melegalkan sumur-sumur tersebut untuk kepentingan bersama.

“Oleh karena itu, kami meminta setiap daerah yang memiliki sumur minyak rakyat untuk segera mengirimkan jumlah pasti agar proses legalisasi bisa segera dilakukan,” tambahnya. Proses legalisasi ini penting guna menjamin keselamatan penambang dan meminimalkan dampak lingkungan.

“Sumur-sumur ini nantinya akan dilegalkan melalui BUMD, koperasi, dan UMKM. Jadi, pemilik sumur dapat mengurus izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Batas waktu pengiriman data adalah tanggal 14 Juli 2025,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi Jambi belum bisa memperkirakan potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari legalisasi sumur rakyat tersebut. Namun, saat ini, potensi bagi hasil dari pertambangan di daerah sudah mencapai Rp 160 miliar.

Kerja Sama Tidak Akan Bertambah

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi, Tandry Adi Negara, menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, ke depan sumur minyak yang dikelola oleh masyarakat akan diatur melalui kerja sama dengan koperasi, BUMD, dan UMKM.

“Pengelolaan ini sepenuhnya merupakan wewenang Kementerian ESDM. Pemerintah Provinsi Jambi hanya mengikuti regulasi yang ada,” jelas Tandry. Dia juga menambahkan bahwa proses legalisasi akan melibatkan penegakan hukum, penggiat lingkungan, dan pihak tata ruang dalam menentukan titik lokasi sumur yang akan disahkan.

Pengelolaan sumur minyak oleh masyarakat akan berdampak pada pendapatan pemilik sumur, pengelola, dan pemerintah daerah, yang bisa memperoleh PAD melalui sistem bagi hasil. Perhitungan bagi hasil ini akan dilakukan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan volume minyak yang dihasilkan, dan hasilnya akan diterima oleh pemerintah melalui Badan Keuangan Daerah (Bakeuda).

Saat ini, sebaran sumur minyak banyak ditemukan di Bungku Kecamatan Bajubang (Batanghari), Bukit Subur Kecamatan Bahar Selatan (Muaro Jambi), dan Kecamatan Mandiangin (Sarolangun).

“Dalam penanganannya, tidak akan ada penambahan sumur minyak baru, sehingga inventarisasi sumur-sumur yang sudah ada saat ini (eksisting) menjadi sangat penting,” kata Tandry.

Sistem Pengelolaan

Letjen TNI (Purn) AM Putranto, Kepala Staf Kepresidenan, menambahkan bahwa masalah legalitas sumur minyak rakyat sudah diatur oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Peraturan ini telah melalui kajian mendalam dan mendengarkan aspirasi masyarakat, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

“Namun, perlu kejelasan lebih lanjut terkait proses pelaksanaannya,” ujar AM Putranto.

Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa akan ada inventarisasi semua sumur minyak di wilayah Jambi, khususnya yang berada di luar wilayah K3S. Gubernur Al Haris menyampaikan bahwa tujuan utama dari inventarisasi ini adalah untuk melegalkan sumur-sumur tersebut, mengingat praktik pengeboran ilegal yang marak di masyarakat.

Penambangan ilegal ini berisiko membahayakan para pelaku, selain itu juga menimbulkan dampak lingkungan yang besar, seperti limbah dan risiko kebakaran.

“Melalui regulasi ini, kami berharap dapat mengatasi masalah terkait sumur ilegal di wilayah ini dengan tujuan untuk melegalkan aktivitas tersebut,” lanjutnya.

Dia juga mengungkapkan bahwa legalisasi ini akan dilakukan dengan melibatkan badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, dan UMKM yang akan mengelola izin sesuai dengan peraturan negara.

“Kami imbau pemerintah kabupaten/kota, SKK Migas, KKKS, dan pihak terkait lainnya untuk melakukan inventarisasi sumur minyak masyarakat yang ada di wilayah masing-masing. Data inventarisasi ini harus disampaikan ke Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas ESDM Provinsi Jambi paling lambat tanggal 14 Juli 2025,” tutupnya.

Al Haris juga mengingatkan pemerintah daerah untuk mempersiapkan BUMD, koperasi, dan UMKM yang akan diusulkan sebagai mitra KKKS, serta menginstruksikan mereka untuk melakukan inventarisasi sumur minyak yang akan dilegalkan.

“Selain itu, akan ada penunjukan maksimal tiga pengelola sumur minyak per kabupaten/kota, yang terdiri dari BUMD, koperasi, dan UMKM,” pungkasnya.