Pecinta Alam dan Aktivis Lingkungan di Kuala Tungkal Turun Kejalan, Tuntut Pemerintah Atasi Krisis Iklim

Kuala Tungkal – Pecinta Alam Mahasiswa Iai An-Nadwah Kuala Tungkal bersama dengan KPA Gita Buana Club (GBC) dan Mapala Caldera Fakultas Pertanian Universitas Jambi (Unja) melakukan aksi pembentangan spanduk di jembatan titian orang kayo/Water Front City Kuala Tungkal (WFC), Minggu (29 Desember 2024).

Aksi pembentangan spanduk ini dipicu karena melihat persoalan Krisis Iklim yang semakin masif terutama di wilayah pesisir, setelah aksi pembentangan spanduk dilanjutkan dengan aksi bersih sampah dan orasi yang ditujukan untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat untuk sama – sama menjaga dan peduli terkait lajunya banjir rob, abrasi dan persoalan sampah yang sampai hari ini semakin parah.

Kemudian perubahan iklim juga memicu kenaikan muka air laut dan mempengaruhi kondisi masyarakat pesisir yang bermukim di tepi pesisir kota Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, karena daratan berpotensi hilang karena banjir rob, abrasi, erosi dan faktor lainnya

“Isu perubahan iklim sangat relate dengan isu kependudukan. Banyak penduduk terpaksa harus pindah, dampak perubahan iklim mempengaruhi kualitas kesehatan, kualitas hidup, derajat hidup, bahkan masa depan dari masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir.

Riyono atau yang sering disapa Tole selaku penanggungjawab kegiatan kampanye yang dilakukan oleh Mapala Pamsaka, Gita Buana Club dan Caldera di Jembatan Tititan Orang Kayo Kuala Tungkal menyampaikan pernyataan sikapnya, bahwa aksi ini adalah bentuk rasa peduli pecinta alam di di Provinsi Jambi akan bahayanya krisis iklim dan hal ini banyak tidak disadari oleh masyarakat.

“Kita melihat kuala tungkal adalah wilayah pesisir yang dikelilingi oleh sungai dan lautan sehingga ancaman serius kedepanya jika tidak ada yang merespon persoalan ini dampaknya akan serius, juga beberapa wilayah yang terendam bahkan mau tidak mau harus pindah dari tempat tinggalnya karena tidak bisa lagi diselamatkan dari lajunya abrasi, bahkan banjir rob yang dirasakan masyarakat sendiri beberapa tahun kebelakang ini semakin parah karna volume air laut semakin tinggi terus juga diperparah dengan penumpukan sampah di tepi sungai yang semakin tinggi.

Maka dari itu dengan penyampaian aksi ini diharapkan kita semua bisa melihat ini dan pemerintah Tanjung Jabung Barat Khususnya bisa lebih terbuka lagi terkait persoalan krisis iklim ini, karna penyelesaian persoalan ini perlu kesadaran dan kolaborasi antara Masyarakat dan pemerintah ataupun pihak yang berwenang. Tutup Riyono (tole)”

Sementara itu, Maya Estianti sepaku Koordinator Aksi ini mengungkapkan bahwa krisis iklim menjadi sebuah masalah yang kompleks dan menimbulkan ketidakadilan sosial bahkan ekonomi.

Menurut dia kelompok masyarakat yang berkontribusi terhadap penyebab krisis iklim adalah mereka yang paling rentan dan paling merasakan dampak dari krisis iklim itu sendiri.

“Isu yang paling penting di sini adalah social injustice. Kenapa ini penting? Kalau kita melihat agenda-agenda global hari ini, semua orang bicara tentang perubahan iklim dan sebagainya, tetapi kita melihat bagaimana proses dari adaptasi perubahan iklim itu sendiri, yang dipercepat oleh ulah manusia itu sendiri. ujar maya”