AKSI sosial menjadi bentuk nyata dari humanisme, sebuah paham yang banyak di gaung- gaungkan kaum muda saat ini, bagaimana cara kita memanusiakan manusia tanpa memandang latar belakang ras agama suku dan kelas sosial serta menolak segala bentuk diskriminasi, sederhana nya begitulah pengertian dari Humanisme.
Jambi adalah salah satu provinsi yang kaya akan sumber alam, jika menilik lebih dalam Provinsi Jambi tergolong provinsi kaya dan makmur, hal ini bisa kita lihat dari sedikitnya angkutan umum yang beroperasi di Kota Jambi, sebab rata rata masyarakat sudah memiliki kendaraan pribadi baik yang beroda 2 atau 4.
Namun makmur dan kaya ini tidak merata di kalangan masyarakat, sudah menjadi rahasia umum bukan? Ketika melihat lebih jauh ke akar rumput, masih banyak masyarakat Jambi yang terpinggirkan, kekurangan secara Ekonomi, akses kesehatan, akses untuk kawan-kawan disabilitas, masih kita temui kaum miskin Kota yang berkeliaran di jalan, buruh tani yang serba kekurangan, kekurangan fasilitas dan edukasi, masih banyak masyarakat yang terpinggirkan dan termajinalkan di provinsi Jambi.
Salah satunya Desa Sarang Burung, sebuah desa di kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi. Di desa ini saya melihat ada 6 keluarga yang harus menjadi prioritas pemerintah yang memang bertugas untuk mensejahterakan rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang.
Radil Asyafiq merupakan salah satu warga Muaro Jambi, yang menderita penyakit sejak kecil dan sampai saat ini belum ada diagnosa dari medis mengenai penyakit yang dialami nya, tidak bisa berjalan hampir 11 tahun lama nya, tidak bisa bicara seperti anak seusianya, bahkan sampai sekarang masih mengkonsumsi nasi yang dihaluskan sebagai menu utama untuk makanan nya.
Ekonomi yang tidak memadai dan edukasi yang kurang menjadi alasan utama mengapa penyakit radil tidak bisa di diagnosa dan kondisi nya tidak mengalami perubahan yang baik sejak dulu.
Berangkat dari persoalan nyata di atas, membuat saya ingin menelaah lebih jauh mengenai masyarakat Desa Sarang Burung, Muaro Jambi dan tidak jauh berbeda, masyarakat termajinalkan sangat banyak disana.
Kapasitas saya sebagai mahasiswa yang masih dalam proses berjuang juga tidak mampu mendampingi beberapa keluraga dan persoalan nya di desa Sarang Burung Muaro Jambi.
Dengan komunikasi dan jaringan yang saya bangun di kota Jambi, saya mengajak satu CV yang bergerak di bidang Jual beli Motor bekas serta bongkar pasang GPS kendaraan yang beramalat di Nusa Indah Kota Jambi, untuk turun dan melihat persoalan nyata yang ada di desa sarang burung.
Kita harus tetap yakin dan percaya kalimat bijak dari salah satu toko revolusioner Indonesia.
“Indonesia tidak akan bercahaya karena obor besar di Jakarta, Tapi akan bercahaya karena lilin -lilin di desa” Bung Hatta
Untuk mensejahterakan rakyat, maka mulailah sejahterakan desa, sekup paling bawah dan mudah dijangkau, dengan menyelesaikan persoalan-persoalan di desa, maka niscaya persoalan persoalan di kecamatan , kabupaten kota, provinsi dan negara kita ini akan terselesaikan seiring berjalan nya waktu dan usaha yang masif!
Begitu juga dalam benak seorang pengusaha yang ikut turun ke desa Sarang Burung menyaksikan persoalan yang nyata, Sutton liem warna kulit, ras dan agama tidak menjadi penghalang dan pembatas beliau untuk menjalankan aksi humanisme nya, turun tanpa di wakilkan ke desa, membantu dengan memberi sembako untuk keluarga keluarga yang harusnya menjadi fokus perhatian pemerintah saat ini, dan tentunya tanpa kepentingan politik atau apapun yang bersangkutan dengan itu, tapi murni karena beliau sebagai warga negara indonesia yang wajib membantu sesama saudara sebangsa setanah air.
Aksi yang dilakukan oleh pengusaha berdarah Chinese ini menjadi teladan yang patut di acungi jempol dan tiru oleh pemerintah atau siapapun yang berada di provinsi Jambi ini.
Bertahun tahun sebahagian warga disana bertahan dengan segala kekurangan, mungkin dari kepemimpinan kepala desa yang satu hingga kepemimpinan berganti ke yang lain, beberapa warga disana tetap lah tidak mendapatkan bantuan yang masif dan nyata.
Harapan kita, pemerintah dan aparat setempat segera turun ke Desa Sarang burung menyaksikan pilu nya perjalanan yang di jalani Radil, nenek Asma, Zuraini, Zubaidah dan Renita, serta masih banyak nama yang tidak bisa saya tuliskan disini.
Terakhir saya ingin menutup cerita singkat ini dengan sebuah kutipan puisi dari WS Rendra.
“Kita mesti keluar ke jalan raya keluar ke desa-desa mencatat sendiri semua gejala dan menghayati persoalan yang nyata Inilah sajakku pamplet masa darurat apakah artinya kesenian bila terpisah dari derita lingkungan apakah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan”
*Penulis merupakan pegiat sosial.