JAKARTA — Kasus kematian diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Arya Daru Pangayunan (39), hingga kini masih menyisakan misteri. Jasad Arya ditemukan dalam kondisi mengenaskan, terlilit lakban di kamar kosnya di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Peristiwa ini menyita perhatian publik karena kondisi kematian Arya yang tidak wajar.
Penyebab pasti meninggalnya Arya hingga saat ini belum terungkap, polisi masih menunggu hasil autopsi dan melanjutkan proses penyelidikan.
Kasus ini membuka perbincangan soal risiko yang dihadapi para diplomat selama menjalankan tugasnya. Hal itu diungkapkan Mantan Wakil Dubes RI di Manila, Dodo Sudrajat, dalam Podcast SindoNews To The Point Aja bersama jurnalis Lukman Hanafi dan Andri Susanto.
“Isu perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) maupun para diplomat dan jajaran Kementerian Luar Negeri baik di dalam maupun luar negeri sudah menjadi keniscayaan, keharusan, kewajiban. Karena mandat pertama sebagaimana pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia,” ujar Dodo, dikutip Jumat (18/7/2025).
Dodo menjelaskan, bagi Kemlu dan para diplomat perwakilan di luar negeri, melindungi kepentingan Indonesia mencakup juga perlindungan terhadap WNI dan badan hukum RI di negara akreditasi, selain kepentingan ekonomi, politik, pertahanan, keamanan, dan budaya.
Ia juga menyebutkan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Kekonsuleran yang memandatkan tugas diplomat untuk melindungi kepentingan warga negaranya.
“Jika ada kasus menyangkut WNI, baik sebagai korban maupun pelaku, maka pihak perwakilan wajib memberikan perlindungan kekonsuleran. Secara hukum, bukan untuk mencampuri hukum setempat, melainkan memastikan warga kita mendapatkan perlakuan hukum yang adil,” jelas Dodo.
Selama 37 tahun kariernya, Dodo memiliki banyak pengalaman dalam menangani kasus WNI di luar negeri, seperti konflik di Kabul saat Taliban mengambil alih kekuasaan bersamaan dengan pandemi Covid-19.
Di Manila, ia juga menghadapi kasus ratusan anak muda Indonesia yang tertipu sindikat judi online berkedok pekerjaan formal. “Mereka dijanjikan bekerja di call center atau supermarket, ternyata malah dijadikan pekerja judi online yang disisipi praktik scamming,” ungkapnya.
Menurutnya, sindikat ini merugikan banyak korban dan bahkan membuat pemerintah Filipina gerah karena reputasi negaranya ikut tercoreng.
KBRI Manila pun bekerja sama dengan perwakilan negara-negara ASEAN lain seperti Malaysia dan Vietnam untuk melobi pemerintah Filipina dan membantu para korban. “Sampai 2023–2024, KBRI berhasil memulangkan lebih dari 1.000 WNI dari Manila,” pungkasnya.