Studi UNCTAD (2021) menunjukkan bahwa setiap investasi sebesar Rp. 1 triliun di sektor pelabuhan dapat menumbuhkan Rp1,8–Rp2,3 triliun aktivitas ekonomi tambahan. Ini berarti pelabuhan memiliki multiplier effect hingga 2,3 kali lipat terhadap PDRB lokal. Efek ini menjalar ke berbagai sektor: dari penyedia bahan bakar, asuransi, perhotelan, sampai sektor kuliner, wisata di sekitar pelabuhan, selain sebagai kawasan baru potensi ekonomi masyarakat.

Data empiris dari World Port Index (2022) terhadap 91 negara memperkuat temuan tersebut. Pelabuhan Rotterdam di Belanda berkontribusi 6,5% terhadap PDB nasional, Busan (Korea Selatan) 4,2%, Shanghai (Tiongkok) 5,8%, Tanjung Priok (Indonesia) 5,3%, dan Singapura mencapai 7,1%. Rata-rata kontribusi pelabuhan dunia terhadap ekonomi nasional berada di kisaran 3–7%, angka yang menjadi acuan rasional untuk proyeksi Muaro Jambi.

Dengan asumsi kapasitas Muaro Jambi mencapai 100.000 TEUs per tahun, potensi kontribusinya terhadap APBD Provinsi Jambi dapat diperkirakan sekitar Rp300–700 miliar, setara dengan 3–5% pendapatan daerah. Efek ini akan terasa pada peningkatan ekspor sawit, karet, kopi, dan hasil tambang, sekaligus menurunkan biaya logistik yang selama ini tinggi karena bergantung pada pelabuhan luar daerah.

Konsep Peti Kemas: Potensi, Fungsi Strategis, dan Ragam Multi Player Efek yang dihasilkan

Peti kemas memiliki tiga fungsi strategis utama:

1. Fungsi Efisiensi Logistik. World Bank (2023, hlm. 88) menegaskan bahwa pelabuhan dengan sistem manajemen modern mampu menekan biaya logistik hingga 30%. Dalam konteks Jambi, efisiensi ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap pelabuhan eksternal seperti Palembang atau Batam.