Dari keempat insiden diatas dapat kita lihat bahwa konflik yang terjadi di 3 kabupaten yang berbeda yakni Kabupaten Simalungun, Kabupaten Toba, dan Kabupaten Tapanuli Utara. Dan konflik yang terjadi di sihaporas menjadi konflik berdarah terbesar yang menimbulkan perhatian serius dari masyarakat banyak, mulai dari pemerintah hingga kepada barisan masyarakat.
B. Lahan produksi PT TPL berkisar 160.000-an Hektare
Diperkirakan sampai tahun 2025, luas lahan produksi pohon eucaliptus sebagai pemasok bubur kertas di negeri ini mencapai 160.000-an hektare yang berada di 7 Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Namun, dengan luas lahan ratusan ribu hektare masih terdapat tumpang tindah antara lahan TPL dengan tanah milik masyarakat adat. Sehingga selalu menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat yang setiap hari harus berhadapan dengan pihak PT TPL.
Di satu sisi, lahan dengan luas ratusan ribu hektare tentunya telah menyumbangkan kerusakan lingkungan yang sangat besar di tanah batak. Mulai dari penggunaan pestisida atau racun yang mematikan membuat unsur hara tanah akan hilang karena durasi produksi pohon eucaliptus yang berpuluh tahun lamanya. Selanjutnya, dapat diperhatikan juga dari segi kekeringan, tanah longsor, dan kekeringan yang sebelumnya belum pernah terjadi di tanah batak.
Namun pada saat ini segalanya telah terjadi, banjir ada dimana-mana, kekeringan menimpa hampir semua Kabupaten di Kawasan Danau Toba, krisis ekologi akibat perluasan lahan konsesi, dan masih banyak lagi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh kehadiran TPL yang telah menguasai tanah batak berkisar 30 tahun lamanya.

