Oleh: Reynaldo Bertiano Gultom*

PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diselenggarakan di Indonesia telah dilaksanakan bertahap sejak januari 2025, namun regulasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan hanya mengacu pada perpres No. 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional, yang dalam substansinya memberikan landasan hukum Badan Gizi Nasional sebagai pemegang tanggung jawab dalam pelaksanaan program MBG.

Tujuan program ini sejatinya adalah untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat Indonesia, terutama pada kelompok yang rentan seperti balita, anak sekolah, serta ibu hamil dan ibu menyusui. Selain aspek tujuan peningkatan kualitas sumber daya manusia, program ini juga ditujukan untuk meningkatkan pemberdayaan pelaku ekonomi seperti UMKM dan petani lokal, sehingga memberikan dampak pertumbuhan ekonomi.

Tujuan yang mulia, namun belum memiliki landasan atau payung hukum yang kuat dalam proses pelaksanaan, Badan Gizi Nasional selaku pelaksana utama juga menunjukkan keterbatasan kelembagaan yang signifikan. Fungsi dasar seperti keterbukaan informasi belum berjalan, termasuk ketiadaan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, tidak adanya publikasi dokumen anggaran, perencanaan dan evaluasi secara terbuka, serta tidak
tersedia sistem pengaduan yang transparan.

Hal ini berimplikasi pada rendahnya akuntabilitas serta terbatasnya ruang kontrol publik terhadap pelaksanaan program. Berbicara mengenai ketiadaannya payung hukum yang kuat mengenai pelaksanaan program MBG, maka menurut penulis permasalahan tersebut selayaknya menjadi kajian dari politik hukum. Kemudian yang barangkali menjadi pertanyaan bagi masyarakat awam, apa itu politik hukum?