Denpasar — Kepolisian Daerah (Polda) Bali menetapkan enam tersangka dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban mencapai puluhan orang di Pelabuhan Benoa, Denpasar.

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan pada 16 Oktober 2025, dan seluruhnya telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Bali.

“Sudah ada enam orang tersangka. Sejak tanggal 16 Oktober semuanya sudah kita tahan,” ujar Ariasandy di Denpasar, Jumat (24/10) sore.

Enam tersangka tersebut berinisial MAS, JS, I, R, TS, serta satu oknum anggota kepolisian Polda Bali berinisial IPS.

“Perannya berbeda-beda. Ada yang mencari korban melalui agen, ada yang membantu penertiban buku pelaut dan sebagainya,” jelasnya.

Menurut Ariasandy, oknum polisi berinisial IPS turut berperan dalam proses perekrutan.

“Dia mencari, merekrut, dan berkoordinasi dengan agen-agen perekrut. Bertugas di salah satu direktorat di Polda Bali,” katanya.

Ia menjelaskan, modus operandi para pelaku adalah merekrut Anak Buah Kapal (ABK) dengan iming-iming gaji tinggi. Namun, para korban kemudian dijerat utang, disalurkan ke pekerjaan yang tidak sesuai perjanjian, serta mengalami perlakuan tidak manusiawi di tempat penampungan — seperti tidak adanya fasilitas MCK dan makanan yang tidak layak.

“Modusnya mencari orang untuk bekerja di kapal penangkap cumi. Ada kesepakatan kerja, tetapi realisasinya tidak sesuai. Dari hasil penyidikan, sudah ditetapkan enam tersangka,” tutur Ariasandy.

Ia menambahkan, penyidik masih mendalami apakah kasus ini melibatkan jaringan yang lebih besar.

“Kita belum bisa menyampaikan soal sindikat karena masih dalam tahap penyidikan. Namun, karena ada keterlibatan anggota, maka langsung kita tahan dan periksa,” tegasnya.

Para tersangka R, TS, MAS, dan JS dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang jo Pasal 55 KUHP.

Sementara IPS dan I dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 10 serta Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang yang sama jo Pasal 55 KUHP.

Kasus ini bermula dari pemeriksaan penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di kapal KM Awindo 2A yang sedang bersandar di Pelabuhan Benoa pada 15 Agustus 2025. Dari hasil pemeriksaan, polisi menemukan indikasi kuat adanya praktik TPPO di kapal tersebut.

Setelah penemuan itu, kepolisian bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk memberikan pendampingan hukum kepada para korban. Saat ini, mereka telah dipulangkan dan menjalani perawatan psikologis akibat trauma.

Hingga kini, penyidik mendata 21 orang korban dalam kasus dugaan TPPO tersebut. Para calon ABK itu telah diserahkan kepada Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Selasa (2/9) untuk proses pemulangan.

“Untuk dipulangkan ke rumah masing-masing,” pungkas Kombes Ariasandy dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/9).