Anak Perempuan Lebih Rentan
Dari hasil penelitian yang sama, ditemukan bahwa anak perempuan memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi mengalami gangguan penglihatan dibandingkan anak laki-laki.
“Pelajar perempuan lebih banyak mengalami penurunan fungsi mata, keterbatasan aktivitas, dan gangguan sosial akibat kondisi tersebut,” ungkap Kianti.
Ia menjelaskan, salah satu penyebabnya adalah kebiasaan anak perempuan yang lebih sering beraktivitas di dalam ruangan, sedangkan aktivitas luar ruangan justru memiliki efek protektif terhadap risiko mata minus.
Selain itu, penggunaan gawai berlebihan juga menjadi faktor utama meningkatnya kasus rabun jauh.
“Sekitar 63 persen anak menggunakan gawai lebih dari dua jam per hari, sementara 55 persen memiliki aktivitas luar ruangan yang rendah,” paparnya.
Penelitian YSKKN juga menemukan bahwa anak-anak perempuan lebih sering mengalami tekanan emosional akibat kondisi mata mereka.
“Sebanyak 57 persen anak berkacamata melaporkan gejala kecemasan, dan 67 persen menunjukkan tanda-tanda depresi,” terang Kianti.
Ia menambahkan, stigma sosial terhadap penggunaan kacamata masih cukup kuat di kalangan pelajar perempuan. Banyak yang merasa malu menggunakan kacamata karena takut diejek atau dianggap kutubuku.
“Stigma ini tentu berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan kesehatan mental mereka,” tegasnya.