Pasar bukan sekadar ruang transaksi, melainkan denyut nadi kehidupan sosial dan ekonomi rakyat. Namun, revitalisasi yang semestinya menjadi jalan untuk menghidupkan denyut itu kerap berubah menjadi proyek setengah hati yang justru mematikan kehidupan pasar. Kita bisa belajar dari banyak kasus kegagalan revitalisasi di sejumlah daerah, pasar yang dibangun megah tetapi kehilangan pembeli, pedagang tersingkir karena biaya kios yang tak terjangkau, hingga ruang interaksi sosial yang hilang. Alih-alih menyejahterakan rakyat kecil, proyek itu malah menjauhkan pasar dari ruhnya sebagai pusat perputaran ekonomi masyarakat. Pertanyaan pun mencuat: apakah revitalisasi Pasar TAC benar-benar realistis dan efektif, atau hanya akan menambah daftar panjang kegagalan revitalisasi pasar di negeri ini?

Pertanyaan tentang masa depan Pasar TAC bukan hanya soal menghidupkan kembali kios-kios yang kosong, melainkan soal bagaimana pasar tradisional bisa bertahan di tengah derasnya arus perubahan zaman. Di Kota Jambi, Pasar TAC yang pernah dielu-elukan sebagai pasar sehat kini justru tampak muram. Bukan karena kehilangan lokasi strategis, melainkan karena kehilangan daya tarik di hati pembeli.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Jambi 2023 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran hanya naik 2,31 persen, lebih lambat dibanding sektor informasi dan komunikasi yang melesat 7,02 persen (BPS Kota Jambi, 2023). Angka ini menandakan satu hal, kebiasaan belanja masyarakat beralih. Masyarakat Jambi kini lebih nyaman mengakses produk lewat ritel modern dan platform digital.