Arief juga menjelaskan bahwa pengawasan terhadap praktik penjualan beras dilakukan oleh Bapanas, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan, dan pemerintah daerah. Isu yang belakangan ini muncul lebih berkaitan dengan pelabelan dan takaran yang tidak sesuai, bukan semata akibat proses pencampuran.
“Isu yang sedang dibicarakan adalah tentang kemasan yang menyebut beras tersebut sebagai premium, tetapi isinya tidak memenuhi standar premium. Selain itu, ada juga masalah di mana kemasan yang menyatakan berat 5 kg, tetapi ternyata kurang dari itu,” jelas Arief.
Sebelumnya, Satgas Pangan Polri telah menetapkan tiga tersangka terkait pelanggaran mutu dan takaran beras oleh PT Padi Indonesia Maju (PIM) Wilmar. Perusahaan ini diduga melabeli produknya sebagai beras premium, namun isinya tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan, dan berat kemasan tidak sesuai takaran.
Dalam penyidikan ditemukan empat merek yang terlibat, yaitu Sania, Fortune, Sovia, dan SIIP. Polisi menyita 13.740 karung berisi total 58,9 ton beras. Tiga tersangka yang ditetapkan antara lain S, Presiden Direktur PT PIM; Al, Kepala Pabrik; dan DO, Kepala Quality Control. Mereka dikenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara serta denda sebesar Rp2 miliar.