Negara Sedang Tak Ada

Dalam filsafat politik klasik, negara adalah wasit. Tapi dalam kasus ini, negara bahkan tidak hadir sebagai penonton, apalagi wasit. Ia cuma jadi panggung kosong yang dipakai elite untuk berdialog dengan egonya sendiri. Sementara publik? Ya seperti biasa, dipaksa menonton, dipaksa percaya, dan pada akhirnya dipaksa lupa.

Kita sekarang berada dalam situasi yang oleh Gramsci disebut “interregnum”: kekuasaan lama belum mati, kekuasaan baru belum lahir, dan yang berkuasa adalah kekacauan.

Akal Sehat Adalah Oposisi Terakhir

Jika hukum bisa dinegosiasikan, dan pengampunan bisa dijadikan alat tawar-menawar politik, maka hanya satu hal yang tidak boleh dikorbankan: akal sehat. Dan di republik yang sedang kehilangan moral publik ini, satu-satunya oposisi yang tersisa adalah logika publik yang masih berani berpikir.

Hasto dibebaskan. Harun masih kabur. Negara absen. Tapi setidaknya, kita belum kehilangan kemampuan untuk muak.