Jambi — Konflik sumber daya alam di sektor kehutanan kembali mencuat di Provinsi Jambi. Sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan kehutanan PT. WKS, anak usaha dari Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas, hingga kini belum menemui titik terang.
Desa Lubuk Mandarsyah menjadi salah satu wilayah terdampak akibat pemberian izin konsesi kepada PT. WKS. Sejak awal kehadiran perusahaan tanaman industri tersebut, masyarakat merasakan berbagai bentuk tekanan. Intimidasi serta penggusuran lahan dan kebun milik warga dilaporkan terjadi berulang kali.
Masyarakat telah melakukan berbagai upaya, termasuk pengaduan hingga aksi protes, untuk memperjuangkan hak atas tanah mereka. Meski pernah dilakukan proses negosiasi antara warga dan PT. WKS, hasilnya dinilai belum memberikan keadilan bagi masyarakat. Sementara itu, operasional perusahaan terus berjalan, bahkan aktivitas pemanenan tetap berlangsung demi mengejar profit perusahaan, tanpa mengindahkan konflik yang belum terselesaikan.
Di tengah konflik yang masih berlangsung, APP Sinar Mas diketahui tengah mengajukan implementasi FSC Remedy Framework, yang mulai berlaku sejak Juli 2023. Dalam rencananya, APP akan bekerja sama dengan Forest Stewardship Council (FSC) untuk menyiapkan proyek dan kontrak perbaikan berbasis kerangka FSC-PRO-01-007-V1-0. Framework ini menekankan pentingnya pengelolaan hutan berkelanjutan dan perlindungan terhadap hak sosial, ekonomi, dan hak asasi manusia.
Menanggapi hal tersebut, Direktur WALHI Jambi, Oscar Anugrah, meminta FSC untuk menolak pengajuan Remedy Framework oleh APP Sinar Mas hingga konflik agraria di wilayah konsesi dapat diselesaikan.