Misalnya saat mantan Presiden Park Geun Hye dilengserkan dari jabatannya pada 2017 imbas skandal jual-beli pengaruh, yang di antaranya terkait partisipasi dalam ritual perdukunan.
Mantan presiden Yoon dan istrinya, Kim Keon Hee, juga pernah dituduh mengandalkan dukun mencurigakan dalam pengambilan keputusan, termasuk, diduga, saat memutuskan deklarasi darurat militer yang memicu pemakzulannya.
Meski begitu, kepercayaan pada dukun sudah melekat pada rakyat Korsel selama ratusan tahun. Situs Asian Studies menerbitkan ulang sebuah esai panjang tentang praktik perdukunan di Korsel, hasil penelitian para antropologi dan agama dari buku Laurel Kendall, kurator koleksi Etnografi Asia di Museum Sejarah Alam Amerika dan Ketua Divisi Antropologi Museum. Dia menghabiskan dua tahun di sana, melihat ritual dukun yang disebut kut di kuil-kuil yang disebut kuttang.
Para dukun modern itu banyak didatangi para klien di sore hari setelah jam pulang kerja. Mereka melakukan persembahan kepada para dewi-dewi dengan cukup lama.
“Tetapi ketika saya mengamati apa yang dilakukan para dukun, saya juga mulai melihat bagaimana mereka mengadaptasi pekerjaan mereka dengan keadaan kehidupan modern yang berubah, bahkan ketika para dewa mereka mengatasi kecemasan klien-klien urban baru,” katanya.
Fenomena perdukunan di Korsel
Sementara penulis lain, Donald L. Baker, pengajar di Jurusan Studi Asia di University of British Columbia, menuliskan hasil penelitiannya. Berdasarkan penjelasannya, tidak ada angka pasti tentang berapa banyak dukun aktif di Korea saat ini, atau berapa banyak orang Korea yang menggunakan jasa dukun.