Total area izin untuk pertambangan di Raja Ampat, yang semuanya untuk nikel, mencapai lebih dari 22.420 hektar.
Pohon-pohon yang ditebang dan lubang-lubang terbuka berisi kerikil berwarna oranye kecokelatan dan tanah disebut melukai pulau-pulau yang ditambang. Sedimen dari tambang juga dapat dilihat di sepanjang pantai pulau-pulau tersebut karena terbawa arus laut.
“Selama pertambangan nikel terus beroperasi, sedimen tersebut akan menghancurkan karang dan ekosistem laut di sekitarnya,” kata Timer Manurung, direktur Auriga Nusantara, dikutip dari AP News.
“Ini merupakan ancaman bagi Raja Ampat, karena kepulauan ini terkenal dengan keanekaragaman hayati laut dan kekayaannya yang membuatnya menjadi tujuan wisata internasional,” tambahnya.
Laporan Auriga Nusantara menyebut lubang-lubang tambang baru ditemukan di setidaknya empat pulau di kabupaten tersebut. Salah satu pulau yang telah terjadi penambangan terletak di dalam kawasan Geopark Global UNESCO.
Para ahli khawatir perluasan pertambangan di Raja Ampat dapat menimbulkan dampak buruk pada ekosistem laut yang kaya.
“Sedimentasi, atau limpasan limbah yang dihasilkan dari pertambangan di daratan yang mengalir ke perairan, menghancurkan ekosistem laut di bagian hilir,” ujar Victor Nikijuluw, penasihat program di Konservasi Indonesia.
“Aliran lumpur dari pertambangan ini mengotori air, perairan, menenggelamkan terumbu karang, menggusur hewan-hewan yang dapat meninggalkan daerah tersebut, dan secara umum membahayakan alam yang menjadi tempat bergantungnya keanekaragaman hayati dan masyarakat setempat,” lanjutnya.