Jakarta — Raja Ampat tengah menjadi sorotan imbas aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut yang dikhawatirkan bakal merusak lingkungan.
Raja Ampat adalah salah satu kawasan perairan dengan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Bagi banyak wisatawan, tempat ini bahkan jadi salah satu destinasi impian.
Wilayah ini dinobatkan sebagai UNESCO Global Geopark pada 2023, sebagai pengakuan atas nilai internasional dari warisan geologinya.
Raja Ampat sendiri memiliki setidaknya sembilan kawasan lindung laut yang tersebar di hampir 2 juta hektar.
Sayangnya, wilayah kepulauan yang menjadi rumah bagi 75 persen spesies karang dunia dan lebih dari 1.600 spesies ikan, termasuk penyu sisik yang terancam punah dan pari manta terumbu karang yang rentan ini terancam aktivitas pertambangan.
Analisis Greenpeace mengatakan eksploitasi nikel di Pulau Gag, Kawe dan Manuran di Raja Ampat setidaknya telah membabat lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami khas.
Greenpeace, dalam pernyataan resminya, mengungkap bahwa sejumlah dokumentasi menunjukkan limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir-pesisir yang berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah.
Bukan pertama kalinya aktivitas pertambangan di Raja Ampat jadi sorotan. Laporan Auriga Nusantara yang dikutip AP News pada Januari 2025, menemukan peningkatan pesat pada lahan yang dijadikan lubang tambang di Kabupaten Raja Ampat.
Laporan tersebut menemukan bahwa lahan yang digunakan untuk pertambangan di Raja Ampat bertambah sekitar 494 hektar dari 2020 hingga 2024. Angka tersebut sekitar tiga kali lipat dari laju ekspansi pada periode lima tahun sebelumnya.