“Kami sangat menyesalkan penetapan tersangka terhadap klien kami yang tidak berdasar dan dilakukan sebelum ada hasil audit resmi yang menyatakan kerugian negara. Kami tegaskan bahwa semua prosedur telah dilalui secara sah, transparan, dan akuntabel. Negara justru telah memperoleh aset berupa tanah yang sah, yang telah dicatat dalam BMN. Di mana letak kerugiannya?” ujar Didik.

“Kami percaya kebenaran dan keadilan pada akhirnya akan berdiri tegak, dan klien kami akan memperoleh haknya untuk dipulihkan nama baik serta kehormatannya di mata publik,” tutupnya.

Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan Direktur Polinema periode 2017-2021 Awan Setiawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Polinema. Kasus ini bermula dari pengadaan tanah pada tahun anggaran 2019-2020 yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

Dalam proses pengadaan, Awan diduga mengabaikan prosedur resmi, seperti tidak membentuk panitia pengadaan dan tidak menggunakan jasa penilai independen (appraisal). Tanah seluas 7.104 meter persegi itu dihargai Rp6 juta per meter tanpa dasar yang sah. Pembayaran dilakukan secara bertahap hingga Rp22,6 miliar, namun tidak disertai pencatatan hak atas tanah oleh Polinema.

Selain itu, proses ini pun dilakukan dengan dokumen bermasalah seperti backdate dan tanpa akta jual beli. Akibatnya, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp22,624 miliar. Awan dan satu orang lain yakni HS, kini telah ditahan.

“Akibat perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp22,624 miliar,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jatim, Windhu Sugiarto.