Dalam dugaan kasus-kasus itu, AKBP Fajar ditangkap tim gabungan Propam Mabes Polri dan Polda NTT pada 20 Februari 2025 lalu.

Kasus kekerasan seksual ini pertama kali diungkap Kepolisian Federal Australia (AFP) setelah mendapati dugaan video kekerasan seksual melibatkan anak di bawah umur beredar di situs porno asing darkweb. AFP kemudian melaporkan temuan tersebut ke Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan diteruskan ke Polda NTT.

Dari hasil penyelidikan Ditreskrimum Polda NTT, terungkap pula bahwa dugaan kekerasan seksual yang dilakukan AKBP Fajar terhadap anak berusia 6 tahun terjadi pada 11 Juni 2024 lalu di sebuah hotel di Kupang.

Anak berusia 6 tahun itu dibawa oleh seorang perempuan berinisial SHDR alias Stefani alias Fani atau F, berusia 20 tahun.

Saat melakukan pencabulan, AKBP Fajar juga merekam video menggunakan ponselnya dan video tersebut diunggah ke situs porno asing. Dari jasa membawa anak berusia 6 tahun kepada AKBP Fajar, perempuan F mendapat imbalan sebesar Rp3 juta. F pun telah ditetapkan sebagai tersangka bersama AKBP Fajar.

Dalam putusan etik oleh Komisi Kode Etik Polri, perwira menengah Polri itu dipecat dari dinas kepolisian atau divonis Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH). Atas putusan pemecatan tersebut, AKBP Fajar kemudian mengajukan banding, namun bandingnya ditolak.

(eli/kid)