Sementara itu, Greenpeace melalui pernyataan resminya menyampaikan, meskipun ekowisata Raja Ampat berbasis lokal memiliki potensi besar untuk melindungi sumber daya alam serta memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, perhatian serius perlu diberikan untuk mencegah potensi dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati dan mata pencaharian tradisional.

Menurut Greenpeace, di wilayah terpencil tanpa infrastruktur untuk mengelola limbah dan air limbah buangan, terdapat bukti yang kuat menunjukkan pertumbuhan populasi masyarakat yang pesat dapat menyebabkan kerusakan pada terumbu karang dan ekosistem laut di sekitar Raja Ampat.

“Jumlah sampah plastik, air limbah yang tidak diolah, serta residu dari produk sabun pencuci atau pembersih terus meningkat di laut, baik yang berasal dari kapal pesiar, resor, penginapan, maupun dari masyarakat lokal di kepulauan ini. Para ilmuwan yang meneliti wilayah ini telah menyatakan keprihatinan atas dampak ekologi yang nyata dari polusi air limbah terhadap terumbu karang di Raja Ampat bagian tengah-termasuk pertumbuhan berlebihan sianobakteri beracun dan oleh pemutihan karang yang parah pada akhir tahun 2024,” bunyi pernyataan Greenpeace, Kamis(12/6).