Jakarta — Aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dinilai mengancam keberlanjutan ekowisata. Padahal, pariwisata merupakan sektor yang menjadi tulang punggung bagi mayoritas penduduk di Raja Ampat.
Mencuatnya polemik ini tidak lain setelah aktivitas pertambangan nikel di Pulau Kawe, yang dianggap semakin dekat dengan kawasan geopark dan tempat wisata di Raja Ampat.
Ada kekhawatiran bahwa area tambang nikel akan meluas ke tempat-tempat wisata Raja Ampat. Hal ini disampaikan pelaku pariwisata lokal dari Travel Jalan Jalan Raja Ampat, Valentine Mamelas.
Menurut Valentine, dia dan koleganya yang berkecimpung di sektor pariwisata Raja Ampat takut wilayah pertambangan diperluas ke area tempat wisata dan mempengaruhi kegiatan wisata di destinasi yang dijuluki Surga Terakhir di Bumi itu.
“Ya, belum terkena dampak. Cuma memang yang kemarin kami protes itu, masalah yang (aktivitas tambang) di Pulau Kawe itu, kan dekat sekali dengan Pulau Wayag, salah satu tempat wisata. Nah itu yang kami complain, karena kami takut akan terkena dampak ke kami seperti itu, ke tempat wisata Wayag dan sekitarnya,” jelas Valentine saat dihubungi .com, Kamis (12/6) siang WIB.
Dia juga menekankan bahwa mayoritas penduduk di Raja Ampat bergantung pada industri pariwisata, sehingga jika kawasannya tercemar akibat limbah tambang akan berdampak besar bagi kehidupan masyarakat setempat.
“Mayoritas penduduk di sini yang mencari nafkahnya kebanyakan dari wisata, ada nelayan juga, jadi kalau tempat wisatanya rusak dan tercemar, berdampak besar untuk warga,” ucapnya.