Perkumpulan Hijau Desak Pemerintah Kembalikan Fungsi Lahan JBC Sebagai Area Terbuka Hijau

Daerah1252 Dilihat

Jambi – Polemik banjir yang terus terjadi di kawasan simpang Mayang, tepatnya di depan Jambi Business Center (JBC), disambut oleh Tenaga Ahli Lingkungan Universitas Jambi (Unja), Prof. Aswandi.

Dari pemberitaan yang beredar, Prof Aswandi mengatakan, persoalan banjir di kawasan tersebut terjadi bukan hanya karena curah hujan tinggi. Akan tetapi lebih kepada sistem kanal dan drainase yang sudah tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.

“Saluran kanal yang ada saat ini merupakan kanal lama. Pada masa pembuatannya, belum ada kajian atau perhitungan hidrologi yang memperhitungkan tingginya curah hujan dalam jangka waktu panjang,” ujar Prof. Aswandi.

Ia juga mengatakan, bahwasanya banjir terjadi ketika volume air hujan yang jatuh tidak dapat diserap oleh tanah (infiltrasi rendah), dan tidak tertampung oleh sistem drainase yang ada. Selain itu, sedimentasi di dalam kanal, sampah yang menyumbat saluran, dan desain drainase yang tidak mengikuti perhitungan hidrologi juga menjadi penyebab utama.

“Banjir bukan semata bencana alam, tapi lebih kepada kegagalan sistem tata kelola lingkungan. Maka, perlu adanya audit menyeluruh terhadap saluran drainase, kapasitas kanal, dan fungsi kolam retensi di seluruh kota Jambi,” pungkas Prof. Aswandi.

Terkait pernyataan Prof. Aswandi, Koordinator Advokasi dan Kampanye Perkumpulan Hijau (PH) Jambi Oscar Anugerah kembali menanggapi hal tersebut, ia menanyakan, mungkinkah wilayah tersebut terdampak banjir besar seperti kemarin terjadi, jika fungsi alaminya (Hijauan) di area JBC dan Jamtos tersebut itu di pertahankan atau bahkan di konservasi?

“Mana yang lebih baik, memanfaatkan ATH (Area Terbuka Hijau) atau berharap pada sistem drainase yang memiliki resiko pendakalan akibat sedimentasi dan sampah?

Kami sangat menyayangkan, ungkap Oscar, jika harus memisahkan sistem drainase perkotaan pemerintah dari kolam Retensi milik JBC.

Karena area tersebut merupakan ‘Area Terbuka Hijau, yang berada pada dataran rendah untuk wilayah sekitarnya, dan secara alami dapat berfungsi sebagai area resapan dan menjadi terminal sementara dalam menampung limpasan air menjelang dapat di salurkan ke saluran Akhir (Danau) Sipin, Ini Juga dapat membantu mengontrol laju debit air jika curah hujan tinggi.

“Jadi, jangan hanya karna untuk menyelamatkan bisnis segelintir orang saja, masyarakat melalui pemerintah harus mencari lagi area tangkapan airnya?

Sementara Itu lanjut ‘Oscar, area tersebut merupakan aset pemerintah yang seharusnya di manfaatkan untuk kepentingan publik, apalagi ini menyangkut keselamatan dan hak masyarakat untuk memperolah lingkungan hidup yang adil dan berkelanjutan.

Kami meminta kepada pemerintah untuk mengembalikan fungsi area tersebut kembali pada fungsi alaminya, bukan menyerahkannya untuk segelintir orang saja. (*)