Sistem hukum di Indonesia perlu melepaskan diri dari intervensi politik yang mencederai independensi penegakan hukum. Tahun 2024 mencatat sejumlah kasus kontroversial seperti sengketa pemilu, perubahan batas usia capres-cawapres, dan isu dinasti politik yang dianggap masyarakat melukai demokrasi. Situasi ini menunjukkan lemahnya independensi lembaga-lembaga penegak hukum dari tekanan politik.

Oleh karena itu, penguatan mekanisme check and balance menjadi krusial untuk menjamin bahwa hukum tidak menjadi alat kekuasaan, tetapi sebagai pedoman untuk mencapai keadilan dan demokrasi yang sejati. Penegakan prinsip Equality Before The Law juga harus dilakukan tanpa pandang bulu, sehingga hukum tidak hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Pemerintah perlu mengintegrasikan sistem hukum yang transparan, partisipatif, dan akuntabel guna membangun kepercayaan masyarakat. Keterbukaan informasi publik sebagaimana diamanatkan undang-undang harus benar-benar diimplementasikan dengan baik. Sayangnya, pelaksanaan prinsip good governance selama ini masih jauh dari harapan, terutama dalam memberikan akses kepada masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan hukum. Strategi yang perlu dilakukan adalah memperkuat lembaga-lembaga pengawasan seperti KPK, Komnas HAM, dan lembaga lainnya agar mereka dapat menjalankan fungsinya secara optimal tanpa intervensi.

Namun hal itu tak luput saya apresiasi atas tugas dan tanggung jawab yang sudah di upayakan dalam penegakan hukum baik dari APH maupun aparat yang berwenang lainnya, mulai dari Satgas pemberantas Judi Online yang sudah memblokir 5000 rekening yang diduga terkait Judi Online dan beberapa situs Judi Online yang beredar, serta penegakan yang dilakukan oleh POLRI mulai dari menindak kasus Tindak Pidana umum samapi Tindak Pidana Khusus.