JAKARTA – Pemerintah Iran pada Minggu (5/5/2025) memperkenalkan rudal balistik baru berbahan bakar padat dengan jangkauan hingga 1.200 kilometer. Rudal yang diberi nama Ghassem Basir ini disebut sebagai bagian dari pengembangan sistem pertahanan nasional.

Peluncuran rudal tersebut dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan antara Iran dengan Amerika Serikat dan Israel dalam beberapa bulan terakhir.

Mengutip laporan AFP, televisi pemerintah Iran menayangkan penampakan rudal baru itu dalam sebuah wawancara dengan Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh. Dalam kesempatan itu, Nasirzadeh menegaskan bahwa rudal tersebut merupakan bentuk kesiapan Iran dalam menghadapi ancaman.

Baca juga:  Sidang Lanjutan Perkara AS, Hakim Ketua Terkejut Kasus Utang Piutang Sudah Lunas Kenapa Dibawa ke Ranah Pidana

“Jika kami diserang dan perang dilancarkan terhadap kami, kami akan merespons dengan kekuatan dan menargetkan pangkalan serta kepentingan mereka,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa meskipun Iran tidak bermusuhan dengan negara-negara tetangga, pangkalan militer AS tetap menjadi target potensial.

Rudal ini dipamerkan tak lama setelah Iran dan Amerika Serikat menggelar pembicaraan tertutup selama tiga hari di Oman sejak 12 April. Pertemuan tersebut menjadi kontak tingkat tinggi pertama sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018.

AS dan sekutunya di Barat telah lama menyatakan kekhawatiran atas program rudal balistik Iran, yang dinilai berpotensi mengganggu stabilitas kawasan Timur Tengah. Iran, di sisi lain, membantah tuduhan bahwa mereka tengah mengembangkan senjata nuklir, dan menegaskan bahwa seluruh program nuklirnya bertujuan damai.

Baca juga:  Sekda Sarolangun Dalam DCS KPU Terus Jadi Perbincangan, Ketua KPU Provinsi Jambi Bilang Begini

Sebelumnya, pada Oktober 2024, ketegangan memuncak ketika Iran dan Israel saling melancarkan serangan langsung. Iran meluncurkan rudal ke wilayah Israel sebagai respons atas kematian sejumlah tokoh militan dan komandan Garda Revolusi. Israel kemudian membalas dengan menyerang fasilitas militer di Iran.

Pemerintah Israel dan Amerika Serikat juga kembali menyerukan pembatasan program nuklir Iran, dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menekankan perlunya kesepakatan yang dapat menghapus kemampuan Iran memperkaya uranium untuk senjata.