Jakarta – Kementerian Kehutanan memulai proses relokasi warga yang tinggal di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Riau, dalam rangka upaya penataan kawasan dan pemulihan ekosistem hutan konservasi. Sebagai langkah awal, 228 kepala keluarga (KK) telah direlokasi.
Relokasi ini menyasar wilayah Desa Bagan Limau, Kabupaten Pelalawan, dengan total luas area yang ditargetkan untuk penataan mencapai 2.569 hektare. Para keluarga yang direlokasi akan dipindahkan ke kawasan perhutanan sosial seluas 635,83 hektare.
Dalam acara relokasi tersebut, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyampaikan terima kasih kepada masyarakat Desa Bagan Limau atas partisipasi dan kerjasama yang baik dalam proses ini. Menurutnya, dialog dan rekonsiliasi menjadi bagian penting dari upaya untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan.
“Hari ini saya ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada masyarakat Desa Bagan Limau. Anda semua adalah contoh teladan, yang melalui dialog, rekonsiliasi, dan sikap damai, kita bisa mencapai solusi bersama,” kata Raja Juli, sebagaimana dikutip dalam keterangan tertulis pada Sabtu (20/12).
Proses Relokasi sebagai Bentuk Kepastian Hukum
Raja Juli menegaskan bahwa proses relokasi ini bukan merupakan bentuk permusuhan, tetapi justru memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Masyarakat yang sebelumnya tinggal di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo kini akan mendapatkan hak kelola atas kebun sawit yang dipindahkan ke luar kawasan tersebut.
“Ini bukan hari tanda permusuhan. Sebaliknya, ini adalah hari yang bahagia karena dengan cara yang damai, persuasif, dan melalui dialog, masyarakat kini memiliki kepastian hukum untuk mengelola kebun sawit di luar kawasan Taman Nasional Tesso Nilo,” ujar Raja Juli.
Lahan Pengganti dan Komitmen Pemulihan Ekosistem
Sebagai pengganti lahan yang direlokasi, pemerintah telah menyiapkan beberapa kawasan untuk masyarakat, antara lain eks PT PSJ di Desa Gondai, Kabupaten Pelalawan, seluas 234,51 hektare, serta kawasan eks PTPN di Desa Batu Rizal, Kabupaten Indragiri Hulu dan Desa Pesikaian, Kabupaten Kuantan Singingi, dengan total luas 647,61 hektare.
Kelompok masyarakat yang menerima Surat Keputusan (SK) Hijau di kawasan eks PT PSJ adalah Kelompok Tani Hutan (KTH) Gondai Prima Sejahtera, yang terdiri dari 47 KK. Di kawasan eks PTPN, penerima SK Hijau mencakup KTH Mitra Jaya Lestari sebanyak 109 KK dan KTH Mitra Jaya Mandiri sebanyak 72 KK.
Raja Juli menjelaskan bahwa masyarakat yang direlokasi ini juga telah menerima SK Hutan Kemasyarakatan dari Kementerian Kehutanan, dan mereka nantinya akan memperoleh TORA (Tanah Objek Reformasi Agraria) melalui Kementerian ATR/BPN.
“Kami pastikan bahwa masyarakat akan mendapatkan sertifikat tanah. Kami ingin masyarakat tahu bahwa ini adalah simbol rekonsiliasi dan kehadiran negara, yang tidak dilakukan dengan kekerasan, tetapi dengan pendekatan damai,” lanjutnya.
Penanaman Pohon Sebagai Bagian dari Pemulihan Ekosistem
Sebagai simbol dimulainya pemulihan ekosistem kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Raja Juli melakukan penumbangan pohon sawit secara simbolis, diikuti dengan penanaman bibit pohon Kulim sebagai bagian dari restorasi kawasan.
Sebagai komitmen jangka panjang, Kementerian Kehutanan mengalokasikan sekitar 74 ribu bibit pohon untuk seluruh kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Bibit pohon tersebut meliputi Mahoni (30 ribu batang), Trembesi (15 ribu batang), Sengon (15 ribu batang), Jengkol (9 ribu batang), dan Kaliandra (5 ribu batang).
“Simbolisnya, kita melakukan pemusnahan pohon sawit, tetapi itu bukan berarti ada permusuhan terhadap masyarakat. Justru sebaliknya, ini adalah langkah untuk mengembalikan fungsi Taman Nasional sebagai kawasan konservasi yang seharusnya,” ujar Raja Juli.

