Jambi – Konflik antara korporasi dan masyarakat adat kembali memanas. PT DAS diduga kuat telah melakukan pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Adat Pidana (KUHAP Adat) serta ketentuan yang tengah dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tentang Perlindungan Hak Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat Desa Badang.
Kasus ini kini menjadi sorotan serius Lembaga Peradilan Perdamaian Desa (LPPD) Desa Badang, melalui unsur penegak Hukum adatnya yaitu Dubalang Barempat Gedang Batujuh, yang berperan sebagai Polisi dan Jaksa Adat Melayu Jambi. Lembaga ini memiliki kewenangan menegakkan disiplin adat serta mengadili setiap pelanggaran yang mengganggu keseimbangan dan martabat masyarakat hukum adat.
Menurut informasi yang dihimpun, Dubalang Barempat Gedang Batujuh telah melakukan langkah awal untuk menelusuri dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT DAS, khususnya terkait klaim dan aktivitas perusahaan di atas lahan yang diklaim sebagai tanah ulayat masyarakat adat Desa Badang.
“Kami akan memproses sesuai mekanisme hukum adat yang berlaku. Dubalang Barempat Gedang Batujuh akan bertindak sebagai jaksa penuntut adat, dan setiap pihak yang terbukti melanggar adat akan dimintai pertanggungjawaban secara adat,” tegas salah satu tokoh adat Desa Badang.
Sementara itu, pihak Humas PT DAS, Joko, saat dikonfirmasi menyebut bahwa pihak perusahaan telah bertindak sesuai dengan regulasi pemerintah. Ia menegaskan bahwa PT DAS berpegang pada aturan resmi, termasuk Peraturan Menteri ATR/BPN RI Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pendaftaran Tanah Ulayat.