Jakarta — Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ultra Super Critical (USC) Jawa Unit 9 dan 10 di Suralaya, Banten, resmi beroperasi pada Rabu (8/10). PLTU ini memiliki kapasitas total mencapai 2 x 1.000 megawatt (MW) dan akan memperkuat pasokan listrik di sistem Jawa hingga Bali.

General Manager Pembangkit USC Jawa 9 & 10, Steve Adrianto, menyampaikan bahwa proses pengoperasian ini menjadi tahapan penting dalam memastikan seluruh unit berfungsi dengan aman, efisien, serta sesuai dengan standar lingkungan yang berlaku.

“Fase ini merupakan bagian dari prosedur penting agar seluruh unit dapat beroperasi dengan aman, efisien, dan sesuai dengan standar lingkungan yang berlaku. Mohon kami didoakan juga, agar semua berjalan lancar sebagaimana dirancangkan,” ujarnya di Kota Cilegon, Banten.

Adrianto menambahkan, saat ini proses operasi telah memasuki fase normalisasi, yaitu tahap pengujian seluruh sistem pembangkit dan jaringan kelistrikan untuk mencapai performa optimal.

Dari sisi teknologi, PLTU Jawa 9 dan 10 menjadi pionir penerapan teknologi Ultra Super Critical (USC) di Indonesia. Pembangkit ini juga merupakan satu-satunya yang telah menggunakan sistem Selective Catalytic Reduction (SCR) sebagai alat pengendali emisi NOx pada boiler USC — langkah signifikan dalam mendukung transisi energi menuju net zero emission.

Selain itu, PLTU ini dilengkapi dengan Flue Gas Desulfurization (FGD) untuk mengurangi emisi sulfur dioksida (SO₂), serta Electrostatic Precipitator (ESP) untuk menyaring partikel halus dari gas buang agar tidak mencemari udara. Kombinasi teknologi tersebut menjadi bukti nyata komitmen pemerintah dalam meningkatkan standar lingkungan di sektor energi nasional.

PT Indo Raya Tenaga (IRT) selaku pengembang proyek ini juga menjalankan berbagai inisiatif keberlanjutan lingkungan dan program tanggung jawab sosial (CSR) bagi masyarakat sekitar. Hingga tahap penyelesaian konstruksi, proyek ini mencatat 62 juta jam kerja tanpa kecelakaan, menunjukkan komitmen kuat terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

“Kita berharap upaya ini tetap berlanjut dalam tahapan operasionalnya,” kata Adrianto.

Sementara itu, Senior Analyst Institute for Essential Services Reform (IESR), Farid Wijaya, menilai bahwa studi penerapan amonia hijau di PLTU Jawa Unit 9 dan 10 patut dijadikan contoh bagi pembangkit lain di Indonesia.

“Tentunya, jika sudah berhasil di PLTU tertentu dengan mempertimbangkan aspek keteknisan yang sesuai, adopsi hidrogen dan amoniak bisa dilakukan di PLTU lainnya,” jelasnya.

Di sisi lain, Ketua Komisi II DPRD Cilegon, Fauzi Desviandy, menyampaikan harapannya agar kehadiran PLTU Jawa Unit 9 dan 10 dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

“PT IRT sudah melaksanakan kewajibannya sebagai salah satu industri di Suralaya yang memberikan peluang kerja bagi masyarakat Suralaya khususnya, dan Kota Cilegon pada umumnya,” ujarnya.

Dengan diresmikannya PLTU ini, Indonesia menambah kapasitas listrik besar berbasis teknologi efisien sekaligus memperkuat langkah menuju pengelolaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.