Jakarta — Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menetapkan Minggu (5/10) malam sebagai batas waktu bagi Hamas untuk menerima proposal gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang diajukan.
Trump menyebut tawaran ini sebagai “kesempatan terakhir” bagi kelompok Palestina tersebut. Pada Jumat (3/10), Trump menegaskan bahwa Hamas harus menerima kesepakatan itu paling lambat pukul 18.00 waktu setempat pada Minggu (5/10).
Ia memperingatkan bahwa jika kesepakatan ditolak, maka akan terjadi “kehancuran total yang belum pernah disaksikan siapa pun terhadap Hamas.”
“Sebagai balasan atas serangan pada 7 Oktober 2023, lebih dari 25.000 ‘tentara’ Hamas telah terbunuh. Sebagian besar sisanya kini terkepung dan terjebak secara militer, hanya menunggu saya memberi aba-aba ‘maju,’ agar nyawa mereka segera dimusnahkan,” tulis Trump di media sosial Truth Social, dikutip dari Anadolu.
Trump juga menegaskan pihaknya mengetahui lokasi dan identitas anggota Hamas yang masih tersisa. “Anda akan diburu dan dibunuh. Saya meminta agar warga Palestina yang tidak bersalah segera meninggalkan area potensi kematian besar menuju wilayah Gaza yang lebih aman. Semua orang akan diurus oleh pihak yang siap membantu,” tambahnya.
Peringatan PBB di Tengah Eskalasi Serangan
Trump tidak menjelaskan secara rinci lokasi “potensi kematian besar” yang dimaksud. Namun, serangan Israel terhadap Kota Gaza terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
PBB melaporkan, lebih dari 417.000 orang telah mengungsi dari Gaza utara sejak pertengahan Agustus. Badan dunia itu juga memperingatkan kondisi yang semakin berbahaya di Gaza selatan, tempat warga sipil diperintahkan Israel untuk mengungsi.
Kepala bantuan PBB, Tom Fletcher, melalui akun X menyampaikan bahwa pertempuran masih berlanjut di Kota Gaza dengan akses ke wilayah utara sangat terbatas. “Upaya kemanusiaan tanpa hambatan sangat dibutuhkan, tetapi banyak petugas kemanusiaan terpaksa menangguhkan operasi,” ujarnya.
Fletcher menekankan bahwa perintah evakuasi tidak menghapus kewajiban pihak-pihak yang berkonflik untuk melindungi warga sipil yang masih bertahan.
Israel sendiri telah memberlakukan blokade di Gaza hampir 18 tahun, dan sejak Maret lalu pengetatan dilakukan dengan menutup perbatasan serta memblokir distribusi makanan dan obat-obatan. Kondisi ini membuat Gaza kian terpuruk dalam kelaparan dan krisis kesehatan.
Sejak Oktober 2023, pengeboman Israel dilaporkan menewaskan hampir 66.300 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. PBB serta organisasi hak asasi manusia berulang kali memperingatkan bahwa Gaza kini berada di ambang kehancuran total, dengan kelaparan dan penyakit yang terus menyebar di tengah pengungsian massal.