Oleh : M. Ihsanuddin Izzu M., S.H. (Ketua Umum BPL HMI Cabang Jambi)
Kampus adalah tempat dimana intelektual harusnya diadu, gagasan harusnya diramu dan dipertengkarkan. Selain itu, kampus semestinya juga menjadi pusat peradaban intelektual yang dimana tentu saja dalam hal ini dialektika (pertengkaran pikiran) harus diutamakan. Begitulah seharusnya.
Akan tetapi, sangat disayangkan. Beberapa waktu lalu terjadi fenomena yang amat memalukan bagi civitas akademika. Pertama, terjadinya pengeroyokan terhadap kader HMI UIN STS Jambi. Kedua, terjadinya arogansi dalam bentuk penginjakkan simbol (bendera) organisasi HMI oleh salah satu oknum Kader PMII UIN STS Jambi.
Pengeroyokan oleh sekelompok mahasiswa yang tergabung ke dalam PMII UIN STS Jambi kepada salah satu kader HMI UIN STS Jambi adalah representasi degradasi moral, stagnasi intelektual dan menandakan adanya indikasi premanisme masih masif di lingkungan UIN STS Jambi.
Tentu saja, hal ini menjadi ‘aib’ bagi kalangan intelektualis. Baik kalangan mahasiswa, dosen, maupun alumni. Perilaku yang semena-mena ini sudah ditindak secara hukum yang berlaku. Perbuatan melawan hukum ini dapat dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dan akan menimbulkan efek jera bagi pelaku pengeroyokan kader HMI UIN STS Jambi tersebut.
Sedangkan untuk permasalahan yang kedua, adanya oknum kader PMII UIN STS Jambi dengan sukacita menginjak-injak bendera organisasi HMI. Bendera organisasi HMI, untuk sama-sama diketahui adalah simbol kehormatan dan atribut organisasi HMI yang sah dan diakui secara konstitusional HMI.