Jakarta — Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyatakan bahwa Jalur Gaza, Palestina, kini terjebak dalam bencana kelaparan pertama kalinya akibat agresi Israel yang dimulai sejak Oktober 2023. Serangan tersebut telah menewaskan lebih dari 60 ribu warga sipil.

Berdasarkan laporan dari Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) yang didukung PBB, sekitar 500 ribu warga Palestina telah mengalami kelaparan parah semenjak serangan tersebut. Laporan resmi menyebutkan bahwa hingga 15 Agustus 2025, pemerintah Gaza berada dalam kondisi bencana kelaparan (IPC Fase 5), didukung oleh bukti yang cukup.

Lebih dari setengah juta orang di Gaza kini hidup dalam situasi kritis, di mana kelaparan, kemiskinan, dan kematian mendominasi. Sekitar 1,07 juta orang lainnya berada dalam Keadaan Darurat (IPC Fase 4), dan 396 ribu orang dalam Krisis (IPC Fase 3). Laporan IPC mendapati bahwa situasi saat ini memenuhi tiga indikator bencana kelaparan:

  1. Kelaparan: Setidaknya satu dari lima rumah tangga di Gaza mengalami kekurangan pangan yang ekstrem.
  2. Malnutrisi: Satu dari tiga anak mengalami malnutrisi akut.
  3. Tingkat kematian: Setidaknya dua dari setiap 10 ribu warga sekarat karena kelaparan akut dan malnutrisi yang menyebabkan penyakit lain.

Agresi Brutal

Israel memulai agresi ke Gaza pada 7 Oktober 2023 dengan alasan membela diri setelah wilayah perbatasannya diserang oleh Hamas. Sejak itu, militer Israel telah melakukan serangan yang banyak dicap sebagai genosida dan upaya pembersihan etnis di Gaza, menargetkan bukan hanya fasilitas Hamas, tetapi juga permukiman, rumah sakit, dan sekolah.

Pembatasan hingga Larangan Bantuan Kemanusiaan

Selain agresi militer, Israel juga membatasi akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Di tengah serangan yang menyebabkan banyak korban jiwa setiap hari, Tel Aviv menutup akses bantuan dengan alasan kemungkinan barang kemanusiaan digunakan oleh Hamas. Tuduhan ini tidak didukung oleh bukti yang konkret.