Oleh: MELA SETIA LESTARI (Mahasiswi Magister Hukum Universitas Jambi)
Kebebasan berpendapat adalah bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia (HAM) yang esensial dalam negara hukum demokratis. Dalam konteks global, kebebasan ini telah diakui sebagai hak fundamental melalui berbagai konvensi dan instrumen internasional, salah satunya Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Dalam konstitusi Indonesia, hak ini juga secara eksplisit diatur dalam Pasal 28E UUD 1945.
Namun, memasuki era digital, di mana teknologi informasi menjadi sarana utama dalam menyampaikan pendapat, muncul tantangan-tantangan baru yang kompleks. Disinformasi, ujaran kebencian, penyalahgunaan media sosial, serta penggunaan regulasi secara represif untuk membungkam kritik, menjadi isu yang semakin meruncing. Negara sebagai pemegang kewajiban utama untuk melindungi HAM, berada pada posisi strategis untuk menyeimbangkan antara hak individual dan kepentingan umum.
Kerangka Hukum Nasional dan Internasional
Dalam sistem hukum nasional, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 memberikan jaminan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Jaminan konstitusional ini diperkuat dengan komitmen Indonesia terhadap berbagai instrumen internasional, salah satunya adalah ICCPR, yang menekankan pentingnya hak atas kebebasan berpendapat dalam Pasal 19.
Di sisi lain, tantangan muncul dari regulasi-regulasi nasional seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang sering digunakan sebagai dasar hukum untuk menjerat pihak-pihak yang menyampaikan kritik terhadap pemerintah atau tokoh publik. Pasal-pasal dalam UU ITE dianggap sebagai “pasal karet” karena sifatnya yang multitafsir dan membuka ruang kriminalisasi ekspresi yang sah.
Tantangan Kebebasan Berpendapat di Era Digital
Era digital membawa perubahan mendasar dalam pola komunikasi dan pertukaran informasi. Platform media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, hingga TikTok memungkinkan setiap orang menjadi produsen sekaligus konsumen informasi. Hal ini memicu pertumbuhan kebebasan berekspresi, namun juga menimbulkan konsekuensi serius.