Contoh Kesenjangan dalam Praktik Hukum
Kesenjangan antara hukum tertulis dan hukum yang hidup di masyarakat dapat ditemukan dalam berbagai contoh konkret. Dalam bidang hukum pidana, misalnya, masih banyak kasus penyelesaian konflik secara adat atau kekeluargaan yang dianggap lebih adil oleh masyarakat dibandingkan proses peradilan formal. Meskipun hukum pidana bersifat publik dan negara memiliki kewenangan penuh untuk menuntut, praktik penyelesaian di luar pengadilan tetap berlangsung dan diterima secara sosial.
Dalam bidang hukum agraria, konflik antara masyarakat adat dan negara atau korporasi sering kali mencerminkan benturan antara hukum tertulis dan living law. Sertifikat tanah yang dikeluarkan negara dianggap sah secara yuridis, namun masyarakat adat merasa memiliki hak ulayat berdasarkan hukum adat yang telah berlaku turun-temurun. Ketika hukum tertulis lebih diutamakan, masyarakat adat sering kali berada pada posisi yang dirugikan.
Contoh lain dapat dilihat dalam penerapan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Secara normatif, UU ini bertujuan menjaga ketertiban di ruang digital. Namun, dalam praktiknya, banyak masyarakat memandang penerapannya tidak sejalan dengan rasa keadilan dan kebebasan berekspresi. Norma sosial di masyarakat digital berkembang lebih cepat dibandingkan rumusan pasal-pasal hukum tertulis, sehingga memunculkan ketegangan antara hukum formal dan praktik sosial.
Dampak Kesenjangan terhadap Legitimasi Hukum
Kesenjangan antara hukum tertulis dan hukum yang hidup di masyarakat memiliki dampak serius terhadap legitimasi hukum. Hukum yang tidak mencerminkan nilai dan kebutuhan masyarakat cenderung kehilangan wibawa dan kepercayaan publik. Ketika masyarakat tidak percaya pada hukum formal, kepatuhan hukum pun menurun.

