Faktor-Faktor Penyebab Kesenjangan

Kesenjangan antara hukum tertulis dan hukum yang hidup di masyarakat tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor struktural, kultural, dan politis.

Pertama, faktor pembentukan hukum yang elitis dan sentralistik. Banyak peraturan perundang-undangan disusun oleh elite politik dan birokrasi tanpa partisipasi publik yang memadai. Akibatnya, hukum yang dihasilkan cenderung mencerminkan kepentingan pembuatnya, bukan kebutuhan nyata masyarakat. Ketika hukum tersebut diterapkan, masyarakat merasa asing dan tidak memiliki rasa memiliki terhadap norma hukum tersebut.

Kedua, faktor keberagaman sosial dan budaya. Indonesia merupakan negara dengan tingkat pluralitas yang sangat tinggi, baik dari segi budaya, adat istiadat, maupun struktur sosial. Hukum tertulis yang bersifat nasional sering kali mengabaikan keragaman tersebut dan menerapkan standar yang seragam. Dalam kondisi demikian, hukum tertulis sulit menyesuaikan diri dengan konteks lokal yang memiliki norma dan mekanisme penyelesaian masalah sendiri.

Ketiga, faktor lemahnya penegakan hukum. Ketika hukum tertulis tidak ditegakkan secara konsisten dan adil, masyarakat cenderung kembali pada norma sosial atau hukum tidak tertulis yang dianggap lebih efektif dan adil. Praktik diskriminasi, penyalahgunaan wewenang, dan korupsi dalam penegakan hukum semakin memperlebar jarak antara hukum formal dan realitas sosial.

Keempat, faktor perubahan sosial yang cepat. Perkembangan teknologi, urbanisasi, dan globalisasi telah mengubah pola interaksi sosial masyarakat dengan cepat. Sementara itu, hukum tertulis sering kali tertinggal dan tidak responsif terhadap perubahan tersebut. Akibatnya, muncul ruang kosong hukum yang diisi oleh norma sosial baru yang belum diakomodasi secara formal.