Penelitian pada masyarakat pedesaan menunjukkan bahwa politik uang sering dilihat sebagai bagian dari budaya timbal balik (reciprocity). Kandidat dipersepsi memberikan sesuatu kepada masyarakat, dan sebagai gantinya masyarakat “balas budi” melalui dukungan suara. Skema pertukaran hadiah (gift exchange) ala Marcel Mauss menjelaskan mengapa pemberian, sekalipun bermuatan kepentingan politik, tetap memperoleh nilai moral dalam masyarakat. Suara bukan sekadar komoditas, tetapi bagian dari hubungan sosial yang dibangun melalui praktik memberi.

Dimensi Antropologis Politik Uang: Solidaritas, Patronase, dan Identitas

1. Politik Uang dan Solidaritas Mekanik

Durkheim mengemukakan konsep solidaritas mekanik yang umumnya terdapat dalam masyarakat tradisional dan homogen. Dalam struktur sosial seperti ini, keputusan politik sering kali tidak diambil secara individual, tetapi melalui kesatuan sosial seperti keluarga, kelompok kekerabatan, atau komunitas desa. Politik uang kemudian bekerja dalam jaringan solidaritas ini. Satu individu yang menerima uang dari kandidat tertentu dapat memengaruhi seluruh kelompok untuk memilih kandidat yang sama. Inilah yang menjelaskan mengapa politik uang sangat efektif di wilayah pedesaan, sebagaimana ditemukan dalam studi pada masyarakat Maja di Lebak Banten.

2. Politik Uang sebagai Relasi Patron-Klien

Dalam antropologi politik, hubungan patron-klien menggambarkan struktur sosial di mana elite politik (patron) memberikan bantuan material kepada masyarakat (klien) sebagai imbalan terhadap dukungan politik. Masyarakat yang secara ekonomi lemah cenderung menggantungkan harapannya pada patron yang mampu memberikan keuntungan jangka pendek. Politik uang menjadi medium yang memperkuat hubungan patronase tersebut.