Konflik kedua datang dari di Desa Natinggir, Kabupaten Toba, Sumatera Utara pada 12/08/2025 yang dimana pihak PT TPL secara paksa telah melakukan penanaman paksa bibit pohon eucaliptus dilahan masyarakat yang sudah lama ditanami dengan tumbuhan persawahan masyarakat adat selama bertahun-tahun lamanya.
Selanjutnya, terjadi kembali penghadangan oleh palang milik PT TPL, dimana masyarakat yang hendak bekerja ke ladangnya mesti terhambat oleh palang yang dibuat oleh pihak TPL. Peristiwa ini terjadi di Nagasaribu, Desa Pohan Jae, Kecamatan Siborong-Borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Paling mirisnya pimpinan tertinggi HKBP Oppui Ephorus Victor Tinambunan ketika hendak melakukan pelayanan di salah satu gereja yang ada di Nagasaribu harus terhalang oleh penutupan jalan menggunakan palang milik TPL.
Kasus keempat datang data kriminalisasi yang dialami oleh masyarakat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Kasus ini merupakan daerah kuasa PT TPL yang sudah bertahun-tahun lamanya, namun pada akhirnya konflik pertumpahan darah harus terjadi antara masyarakat adat sihaporas dengan pihak PT TPL.
Kasus ini terjadi pada 22/09/2025 yang mengakibatkan banyak masyarakat adat menjadi korban pemukulan, pengrusakan kendaraan, pengrusakan rumah warga, dan ada yang sampai dilarikan kerumah sakit akibat insiden kekerasan yang terjadi. Ditengah insiden ini terhitung sebanyak 33 warga mengalami luka-luka, 10 diantaranya luka serius termasuk 5 perempuan luka parah dan total sebanyak 18 perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam peristiwa tersebut.

