Jambi – Kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Provinsi Jambi kini memasuki babak baru. Setelah menyeret sejumlah pejabat dan pihak swasta, penyidik Polda Jambi akhirnya menetapkan mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi sebagai tersangka. Penanganan kasus yang menelan anggaran hingga Rp122 miliar itu mulai memperlihatkan titik terang, namun publik berharap aparat penegak hukum tidak berhenti di permukaan.

Dalam laporan penyidikan yang diungkap oleh Polda Jambi, sedikitnya ada tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Dugaan kerugian negara mencapai Rp21,8 miliar, yang bersumber dari praktik mark up harga, kolusi dalam proses tender, serta pembagian fee proyek yang melibatkan berbagai pihak. Namun pertanyaan besar yang kini menggantung di benak publik adalah: ke mana sebenarnya uang hasil korupsi itu mengalir, dan siapa saja yang menikmatinya?

Pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Dr. Noviardi Ferzi, menilai bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk memperluas penyelidikan. Menurutnya, penegakan hukum tidak boleh berhenti pada pejabat yang menandatangani dokumen atau rekanan yang mengerjakan proyek semata. “Yang perlu ditelusuri adalah aliran dananya. Siapa yang memerintahkan, siapa yang memfasilitasi, dan siapa yang menikmati hasilnya. Jangan sampai ‘kancil’ yang sesungguhnya justru lolos setelah mencuri ketimun,” ujarnya.

Dr. Noviardi menegaskan, aparat penegak hukum harus melakukan audit forensik keuangan untuk memeriksa setiap transaksi yang terkait dengan proyek DAK SMK. Rekening pribadi pejabat, perusahaan penyedia barang, hingga pihak-pihak perantara harus ditelusuri secara menyeluruh. Ia menilai, langkah ini penting bukan hanya untuk membuktikan unsur pidana, tetapi juga untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan tata kelola keuangan negara.