Jakarta — Provinsi Sumatera Utara (Sumut) resmi menjadi provinsi ketiga yang bekerja sama dengan kejaksaan dalam pelaksanaan Pidana Kerja Sosial bagi pelaku tindak pidana. Sebelumnya, program ini telah berjalan di Jawa Timur dan Jawa Barat sebagai bagian dari penerapan restorative justice (RJ).
Penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) dilakukan oleh Gubernur Sumut dan Kepala Kejati Sumut di Aula Raja Inal Siregar, Kantor Gubernur Sumut, Selasa (18/11).
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Undang Mugopal, menjelaskan bahwa pidana kerja sosial dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan, berada di bawah pengawasan jaksa, serta dibimbing oleh pembimbing kemasyarakatan.
“Delik yang dapat dikenakan adalah tindak pidana dengan ancaman kurang dari lima tahun, ketika hakim menjatuhkan pidana penjara maksimal enam bulan atau denda kategori II sebesar Rp10 juta,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (18/11).
Ia menegaskan bahwa pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan dan maksimal dijalankan selama delapan jam per hari sesuai ketentuan KUHP 2023.
Jaksa juga mempertimbangkan berbagai faktor, seperti usia terdakwa di atas 75 tahun, pelaku yang baru pertama kali melakukan tindak pidana, kerugian korban yang relatif kecil, atau terdakwa yang sudah membayar ganti rugi.
“Ada 300-an bentuk kerja sosial yang dapat diterapkan, mulai dari membersihkan masjid, membersihkan selokan, hingga membantu pengurusan administrasi seperti KK dan KTP, disesuaikan kemampuan pelaku,” kata Undang.

